Akademisi Universitas Jember Hermanto Rohman menilai, pengadaan jaket pelampung di Kabupaten Jember, Jawa Timur, aneh. Badan Pemeriksa Keuangan diminta tak abai.
“Hal ini mestinya akan menjadi temuan dalam pembahasan anggaran serta dalam audit BPK. Dalam kaidah UU Keuangan Negara dan pedoman pengelolaan keuangan daerah, ini adalah penyimpangan, terutama menganggarkan belanja tidak didasarkan klasifikasi fungsi, program, serta jenis belanja,” kata Hermanto, Jumat (8/5/2020).
Ada ribuan jaket pelampung tersimpan di aula Joko Thole PGRI Jember, Jawa Timur. Berdasarkan hasil rapat dengar pendapat DPRD Jember dengan pemerintah setempat, diketahui bahwa jaket pelampung ini diadakan oleh Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018. Sementara itu, penempelan atribut (branding) gambar bupati dan wakil bupati dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan dengan APBD 2019.
Kendati penempelan ‘branding’ sudah selesai pada Desember 2019, ternyata jaket-jaket pelampung itu belum juga dibagikan kepada nelayan. Hingga berita ini ditulis, belum ada satu pun pejabat yang menjelaskan mengapa pengadaan jaket pelampung ini harus melibatkan dua organisasi perangkat daerah.
Hermanto mengatakan, pengadaan barang dalam belanja daerah pada tahun anggaran 2018 mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah dan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. UU Nomor 17 tahun 2003 memuat ketentuan bahwa belanja daerah dalam APBD dirinci berdasarkan organisasi, fungsi dan jenis belanja.
Sementara dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 ditegaskan, bahwa klasifikasi belanja hendaknya menurut fungsi dan program yang melekat pada susunan organisasi tata kerja daerah. “Ini artinya belanja daerah yang diusulkan hendaknya mendukung fungsi SOTK (Susunan Organisasi dan Tata Kerja) dari pengusul anggaran belanja dan terdefinisi kan dalam programnya,” kata Hermanto.
“Jika Bagian Pembangunan Sekda tidak memiliki fungsi dan program terkait dengan nelayan, semestinya tidak bisa memasukan belanja tersebut dalam Rencana Kerja Anggaran,” kata Hermanto.
Selain itu, ketentuan tersebut menganut klasifikasi jenis belanja. “Jika belanja tersebut sebagai belanja untuk program yang diserahkan masyarakat, semestinya dalam (bentuk) belanja bantuan sosial. Ini karena belanja ini tidak akan dianggarkan terus menerus dan sifatnya selektif untuk kepentingan masyarakat nelayan,” kata Hermanto.
Itulah kenapa kemudian Hermanto menganggap penganggaran jaket pelampung dalam belanja barang dan jasa di Bagian Pembangunan adalah sesuatu yang aneh. Ini dikarenakan Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Jember berfungsi administratif dalam pemerintahan daerah.
“Pembelian barang dan jasa untuk dalam Bagian Pembangunan semestinya untuk mendukung keperluan administratif, dalam hal ini operasional dan kegiatan bagian tersebut. Semisal alat tulis kantor atau barang lainnya, yang jika tidak habis, maka akan dicatat sebagai persediaan,” kata Hermanto.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Mirfano mengakui jika status jaket-jaket pelampung itu adalah barang persediaan. “Selesai pengadaan akan diserahterimakan ke Dinas Perikanan sebagai barang persediaan, karena sudah menjadi aset Dinas Perikanan. Logis kalo brandingnya di dinas itu,” katanya. [wir/kun]
Sumber: beritajatim.com