Besarnya Silpa di Kota Pasuruan Jadi Sorotan Dewan

614

Masing-masing fraksi di DPRD Kota Pasuruan memberikan catatan penting untuk Pemkot setempat. Itu setelah mendengar penjelasan Plt Walikota Pasuruan terkait nota keuangan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2019.

Enam fraksi yang ada di DPRD menyampaikan pandangan umum melalui juru bicara secara berurutan pada Sidang Paripurna kedua, kemarin. Fraksi Golkar menyebut sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan Pemkot terhadap ketentuan perundang-undangan dalam mengelola keuangan daerah.

Hal itu dibuktikan dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI selama dua tahun berturut-turut. “Artinya informasi keuangan telah disajikan secara wajar, tetapi ada beberapa unsur yang menjadi pengecualian karena penyimpangan terhadap standar akuntansi pemerintah,” kata Juru Bicara Fraksi Golkar Sutirta.

Menurutnya, Pemkot gagal mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam kurun waktu dua tahun ke belakang. Sebab pada 2017, Pemkot sudah meraih opini WTP. “Salah satu dampaknya ialah pendapatan transfer dari pemerintah pusat berupa dana insentif daerah akan dipotong,” sebut Sutirta.

Sementara dari Fraksi PKB menyinggung besarnya SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran) selama tahun anggaran 2019. Juru Bicara Fraksi PKB Mokhamad Nawawi merinci pendapatan Pemkot yang lebih rendah dari perencanaan.

Misalnya, pendapatan transfer pada pos dana bagi hasil bukan pajak yang direncanakan Rp 83,4 miliar hanya terealisasi Rp 56,5 miliar. Kemudian pada pos dana penyesuaian yang direncanakan Rp 29,7 miliar hanya terealisasi Rp 14,8 miliar.

Sedangkan dari sisi belanja, kata Nawawi, realisasinya tidak maksimal. Seperti belanja bantuan keuangan terealisasi 7,85 persen, dan belanja tanah hanya terealisasi 2,45 persen. Hal itu kemudian berdampak pada besarnya SILPA dalam setahun anggaran.

Menurut Nawawi, SILPA pada 2018 sekitar Rp 216 miliar. Angka SILPA itu kemudian semakin besar pada 2019 yang mencapai Rp 243 miliar.

Dia menyebut besarnya SILPA itu juga berasal dari tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja dan tembahan penghasilan berdasarkan pertimbangan obyektif lainnya.

“Dari hasil pembahasan komisi dengan OPD, kami menyimpulkan Pemkot lemah dalam membuat perencanaan dan pelaksanaan program serta menunjukkan ASN tidak kreatif dan bekerja secara monoton,” ungkapnya.

Di sisi lain, Fraksi Amanat Pembangunan meminta penjelasan Pemkot mengenai pembebasan Jalan Lingkar Utara (JLU) yang sampai saat ini belum tuntas. Ketidakpastian target pembebasan itu dinilai akan merugikan pemilik lahan maupun masyarakat luas.

Selain itu, Juru Bicara Fraksi Amanat Pembangunan Aris Budi Prasetyo juga menyebut pengelolaan Mal Poncol yang tak kunjung selesai. “Hal ini membuktikan bahwa kinerja Plt Walikota dan perangkat daerah sangat mengecewakan dan merugikan masyarakat kota,” tandasnya.

Untuk Fraksi PKS, justru mengapresiasi Pemkot atas pencapaian PAD sebesar Rp 161.712.573.176 atau 112,35% dari target. “Namun demikian kami meyakini bahwa masih banyak potensi Pendapatan Asli Daerah yang bisa digali dengan peningkatan efektifitas serta inovasi,” kata Ketua Fraksi PKS R Imam Joko Sih Nugroho.

Lebih lanjut, Imam menyayangkan tidak optimalnya penyerapan anggaran belanja yang menyebabkan SILPA yang sangat besar yaitu Rp 243.079.429.454. Namun bila dicermati, lanjut Imam, dari Realisasi Belanja tahun anggaran 2019 tercatat Rp 861.773.878.746 dari rencana sebesar Rp 910.142.924.627. Sehingga terjadi sisa anggaran sebesar Rp 282.805.281.521.

“Tentunya ini adalah jumlah yang sangat besar yang sangat mengusik perasan masyarakat Kota Pasuruan yang sangat mengharapkan program-program pembangunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Di sinilah keseriusan dan kepiawaian Pemerintah Kota Pasuruan diuji,” jelasnya. (tom/mie)

Sumber: radarbromo.jawapos.com