Pemaketan BPNT Seharusnya dengan UU Korupsi

1283

Pemaketan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Tulungagung terus berjalan. Alokasi Rp 200.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diwujudkan 12,5 kg beras premium, 1 kg beras Fortivit dan telur senilai Rp 30.000.

Kadang beras Fortivit karena stoknya terbatas, diganti kacang hijau. “Penyaluran dengan cara dipaketkan seperti itu jelas menyalahi Pedum (Pedoman Umum) BPNT,” ujar praktisi hukum, Hery Widodo.

Pedum BPNT mengamanatkan setiap KPM dibebaskan membeli barang kebutuhannya. Kenyataannya, KPM diwajibkan menerima paket sembako yang sudah disiapkan. Padahal isi paket itu belum tentu sesuai kebutuhan KPM.

Seharusnya setiap KPM diberi kebebasan berbelanja di Elektronik Warung Gotong Royong (E-Warong). Mereka hanya cukup memastikan barang yang dibeli sesuai dengan Pedum. Selain itu, nilai barang yang dibeli tidak lebih besaran alokasi Rp 200.000 per KPM.

KPM juga berhak mencetak setiap transaksi yang dilakukan. ATM-nya seharusnya mereka sendiri yang pegang. “Kenyataannya, selama ini ATM banyak dibawa pihak lain dengan alasan memudahkan pencairan,” tambah Hery.

Pemaketan BPNT ini menyalahi Peraturan Menteri Sosial (Permensos) 20 tahun 2019 tentang BPNT. Penyelewengan juga terjadi pada tingkat supplier barang karena sudah ditetapkan, dan EWarong diwajibkan menerima barang dari mereka.

[Selengkapnya …]