Pemutakhiran data penerima PBID BPJS Kesehatan yang menjadi rekomendasi badan pemeriksa keuangan (BPK) atas temuan kelebihan bayar senilai Rp 876 juta, tak kunjung tuntas. Bahkan, kroscek terhadap 1.700 data kependudukan yang diduga meninggal dan tetap bayar, masih menyentuh angka 10 persen.
Kepala Dispendukcapil Kabupaten Mojokerto Amat Susilo mengatakan, pemutakhiran data penerima PBID BPJS Kesehatan terus berproses. Petugas lapangan masih melakukan jemput bola dari desa ke desa untuk melakukan konfirmasi data kependudukan yang menjadi temuan BPK 2021 lalu. ’’Pendataan belum lengkap, masih banyak yang belum, sekarang masih terus berproses,’’ ungkapnya.
Menurutnya, dari total 1.700 data kependudukan yang jadi temuan BPK atas kelebihan bayar PBID ke BPJS Kesehatan sepanjang 2021 oleh dinas kesehatan hingga kini masih 10 persen. 90 persen lainnya, belum ada laporan dari pihak desa atas status mereka.
Surat imbauan yang sudah ditujukan ke para camat pun sampai sekarang belum direspons. Akibatnya, membuat persoalan ini berlarut-larut. ’’Kita hanya bisa mengimbau melalui surat lewat camat. Karena kita tidak bisa hapus data tanpa laporan atau klarifikasi dari desa,’’ tegasnya.
Dari data desa itu, lanjut Amat, dispendukcapil baru bisa menerbitkan akta kematian untuk menghapus data kependudukan secara otomatis melalui sistem database. Sebab, sesuai aturan, pembuatan akta kematian juga harus ada laporan dari keluarga dengan surat pengantar dari desa. ’’Berdasarkan data itu, kami akan melaporkan ke OPD terkait, termasuk BPJS untuk dihapus dari data penerima PBID BPJS,’’ tuturnya.
Minimnya tenaga, harusnya pemutakhiran ini juga dibantu dinas sosial dan dinas kesehatan yang juga mempunyai petugas di lapangan. Pasalnya, selain menjadi tugas dispendukcapil, kedua OPD tersebut juga memiliki peran penting dalam temuan BPK atas kelebihan bayar senilai Rp 876 juta tersebut. Alhasil, jika tidak segera dituntaskan, potensi kelebihan pembayaran pelayanan kesehatan ini masih berpotensi terjadi di tahun ini.
Hal ini sebelumnya juga sempat diungkapkan Dinas Sosial Kabupaten Mojokerto. Sebab dari sekitar 20 ribu-an orang yang jadi peserta, semuanya merupakan data mutasi dari PBID Provinsi Jawa Timur. Sejauh ini kesadaran masyarakat untuk membuat akta kematian memang sangat rendah. ’’Kadang baru mengurus kalau lagi butuh untuk menerima bantuan. Pokoknya kalau tidak ada alasan mendesak jarang keluarganya langsung mengurus,’’ bebernya.
Sumber: Radar Mojokerto