Kasus Bimtek – Anggota DPRD Surabaya Mulai Was-Was

1225

Dugaan korupsi bimbingan teknis (bimtek) muncul lagi menjelang pemilihan legislatif (pileg) 2019. Seluruh anggota DPRD Surabaya periode 2009-2014 diperiksa polisi mulai 2011 hingga Agustus tahun ini. Kini yang merasa tidak bersalah pun ikut-ikutan waswas. Takut kasus tersebut melebar ke mana-mana. Termasuk memengaruhi persepsi publik dalam pileg 2019.

Sejumlah anggota dewan periode 2009-2014 tersebut hingga kini masih aktif. Mereka kembali mencalonkan diri pada pileg 2019. Beberapa mau menceritakan kasus itu, tetapi tidak ingin namanya dikorankan.

Mereka khawatir kasus tersebut bisa memengaruhi keterpilihannya dalam pileg tahun depan. Apalagi, hingga kini KPU belum menetapkan daftar calon tetap (DCT) pileg 2019. Pengumuman DCT dijadwalkan pada 23 September.

Komisioner KPU Kota Surabaya Nurul Amalia menyatakan, nama yang masuk DCT tidak bisa diubah lagi setelah ditetapkan. Namun, nama yang bersangkutan bisa dicoret jika terbukti bersalah atas suatu kasus hukum.

Jika status yang bersangkutan masih tersangka, pencoretan nama tidak bisa dilakukan. Anggota dewan tetap berhak mengikuti kontestasi politik hingga menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Direktur Parlemen Watch Jatim Umar Sholahudin menganggap pengusutan polisi atas kasus tersebut terlalu lama. Terlebih untuk kasus yang melibatkan anggaran Rp 3,7 miliar dari APBD Surabaya. Menurut dia, persepsi publik bisa berbalik ke aparat penegak hukum jika penanganan terus diulur-ulur. “Jangan sampai ada kesan politisasi. Harus ada kepastian dalam kasus ini,” jelasnya.

Selain kasus bimtek, beberapa kasus jaringan aspirasi masyarakat (jasmas) diusut menjelang pileg. Menurut Umar, pengusutan tersebut memang menjadi tugas aparat penegak hukum. Namun, dia merasa ganjil apabila kasus-kasus itu diusut pada tahun politik. Umar meminta pihak kepolisian segera menetapkan status hukum kasus tersebut. Jika mereka benar-benar bersalah, masyarakat tentu tidak akan salah pilih lagi dalam pileg 2019. Jika memang tidak ada bukti, dia meminta kasus tersebut segera ditutup. “Kasihan yang bakal nyaleg waswas terus,” jelasnya.

Mengenai kasus bimtek, Umar menilai hal itu sudah jadi hak anggota dewan. Namun, jika pelaksanaannya menyimpang, bukan tidak mungkin kasus dugaan korupsi yang menyeret 41 anggota DPRD Malang terulang di Surabaya. “Kalau dibiarkan terus begini, bakal jadi bom waktu,” lanjut dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut.

Dia meminta anggota dewan berkaca pada kasus DPRD Malang. Sikap kehati-hatian dan transparansi setiap anggaran yang diterima harus jelas. Bukan hanya bimtek, melainkan juga kunjungan kerja yang nyaris dilaksanakan setiap pekan.

Sementara itu, penyidikan kasus bimtek DPRD Surabaya periode 2009-2014, tampaknya, masih akan berlangsung lama. Sebab, kartu as terakhir masih harus menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menuturkan, pemeriksaan sejumlah anggota dewan hingga akhir pekan kemarin hanya untuk memenuhi permintaan BPK. Sebab, satreskrim bertugas memenuhi rekomendasi supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari rekomendasi itu, BPK meminta polisi memeriksa sejumlah orang lagi. “Untuk cari alat bukti,” paparnya.

[Selengkapnya …]