Korupsi – Wali Kota Madiun Dituntut 9 Tahun Penjara

1941

Wali Kota Madiun (nonaktif) Bambang Irianto dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 48 miliar.

Tuntutan itu dibacakan tim jaksa yang diketuai Feby Dwiyandospendy dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (1/8). Sidang selama lebih dari dua jam itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Unggul Warso Murti.

Selain itu, terdakwa juga dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Jaksa menilai terdakwa melakukan korupsi dengan cara turut serta dalam pemborongan dan pengadaan pembangunan proyek Pasar Besar Madiun senilai Rp 76 miliar melalui perusahaan yang dikelola anaknya, Boni Laksmana.

Bambang yang menjabat Wali Kota Madiun selama 2009-2016 juga menerima dan memungut gratifikasi Rp 48 miliar. Gratifikasi berasal dari pembayaran fee kontraktor yang bermitra dengan Pemerintah Kota Madiun. Nilainya bervariasi, bekisar 5-20 persen dari nilai kontrak proyek setelah dipotong pajak.

Selama menjadi kepala daerah, terdakwa menerima uang yang diistilahkan sebagai dana kebersamaan dari 33 satuan kerja perangkat daerah di Kota Madiun. Bambang juga menerima uang dari pelayanan pengurusan izin prinsip pendirian ritel modern, pemasangan reklame, dan pembukaan perumahan baru.

Bahkan, terdakwa menerima uang hasil pemotongan tunjangan kinerja pegawai eselon dua dan tiga di semua instansi daerah. Awalnya, KPK menghitung total gratifikasi mencapai Rp 55 miliar. Namun, dalam persidangan, terdakwa berhasil membuktikan bahwa Rp 7,7 miliar merupakan uang pribadi.

Kuasa hukum terdakwa, Indra Priangkasa, menyatakan, ada beberapa hal yang dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan. Nota pembelaan akan dibacakan dalam sidang berikutnya yang diagendakan berlangsung pekan depan. ”Salah satu poin dalam persidangan yang tidak diungkap dalam tuntutan jaksa, harta kekayaan terdakwa yang diperoleh dari hasil usaha sendiri (perusahaan) mencapai Rp 200 miliar (2000-2016),” kata Indra saat ditemui seusai sidang.

[Selengkapnya …]