Penetapan Tersangka Mantan Sekwan Pacitan Tak Sah

1090

Praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Mawardi menjadi tamparan keras bagi kejaksaan. Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Pacitan Dian Mega Ayu mengabulkan seluruh gugatan praperadilan Mawardi.

Segala putusan terkait dengan penetapan Mawardi sebagai tersangka korupsi pembangunan gedung serbaguna Among Wargo di Desa Gendaran, Kecamatan Dorojo, telah dinyatakan tidak sah. Putusan praperadilan itu berkekuatan hukum tetap.

Dalam putusannya, Dian menolak eksepsi termohon dari pihak Kejari Pacitan. Sebaliknya, hakim mengabulkan praperadilan yang diajukan pemohon. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kajari Pacitan No Print-05/O.5/38/Fd.1/11/2016 tanggal 9 November 2016 yang dijadikan dasar untuk menetapkan Mawardi sebagai tersangka dinilai tidak sah dan tidak berdasar hukum. Begitu pula penyidikannya.

“Dinyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon,” kata Dian saat membacakan putusan.

Banyak pertimbangan hakim dalam memutus gugatan itu. Salah satunya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 21/PUU-XII/2014. Dian sependapat bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan.

Selain itu, dalam inti pertimbangan putusan, hakim sependapat bahwa penetapan Mawardi sebagai tersangka proyek pembangunan gedung serbaguna Among Wargo di Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo, belum disertai dua alat bukti.

Dasar pernyataan tersebut adalah fakta bahwa pada 6 April 2016 Mawardi baru sebatas dimintai keterangan sebagai saksi. Setelah menjalani pemeriksaan itulah, terbit sprindik penetapan Mawardi sebagai tersangka.

Hakim menilai hal tersebut bertentangan dengan ketentuan pasa 1 angka 2 KUHAP juncto pasal 30 UU No 16/2004 tentang Kejaksaan. Sebab, penetapan status tersangka oleh kejaksaan itu tidak disertai bukti permulaan yang cukup.

Namun, kenyataannya, pemohon terlebih dulu ditetapkan sebagai tersangka melalui Sprindik Kajari Pacitan No Print-05/O.5/38/Fd.1/11/2016 tanggal 9 November 2016 terkait dengan peristiwa pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Panggilan Tersangka II No SP-249/O.5/38/Fd.1/12/2016 tanggal 2 Desember 2016.

Menurut jaksa, barang bukti untuk menetapkan Mawardi sebagai tersangka sudah diperoleh melalui penyelidikan dan penyidikan saksi lain. Salah satu barang bukti jaksa adalah perhitungan kerugian keuangan negara dari tim ahli forensik bangunan Universitas Brawijaya (UB) Malang.

Perhitungan kerugian tersebut dianggap menyalahi aturan oleh hakim. Sebab, sesuai dengan undang-undang, perhitungan kerugian negara seharusnya dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak dikeluarkan berdasar laporan akhir pemeriksaan fisik dan evaluasi teknis pembangunan oleh tim ahli. Dari fakta itulan, hakim menilai penetapan Mawardi sebagai tersangka bersifat subjektif dan tidak berdasar padal 1 angka 2 KUHAP.

Putusan tersebut jelas membuat tim kuasa hukum Mawardi girang. Ketua tim kuasa hukum Mawardi, Yusuf Wibisono, menilai putusan hakim sangat adil. Sebab, sejak awal pihaknya memang menilai penetapan tersangka Mawardi tidak benar. Penetapan tersangka seharusnya didahului perintah penyidikan untuk menemukan dua alat bukti sesuai dengan pasal 184 KUHAP.

“Tahap penetapan tersangka tidak sah karena penyelidikan dan penyidikannya jadi satu,” ucap pengacara asal Nganjuk itu.

Mengacu hal tersebut, jaksa sepatutnya menghentikan penyidikan kasus itu. Sebab, kerugian negara dalam pembangunan gedung serbaguna tersebut belum jelas. “Kerugian negara Rp 80 juta yang muncul itu ditentukan ahli forensik UB, bukan BPK,” tuturnya.

Sementara itu, Jaksa Anto Widi Nugroho dari Kejari Pacitan menegaskan, putusan praperadilan bukan akhir proses hukum. Pihaknya akan memperbaiki hal-hal yang dianggap salah oleh hakim.

[Selengkapnya …]