Akuntabilitas laporan keuangan pemerintah pusat semakin baik. Untuk pertama kalinya sejak paket undang-undang keuangan negara diterapkan per 2004, laporan keuangan pemerintah pusat mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, yakni untuk laporan tahun 2016.
”Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016 telah menyajikan secara wajar untuk seluruh aspek yang secara material sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Dengan demikian, kami menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian,” kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Moermahadi Soerja Djanegara dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Jumat (19/5).
Sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah wajib membuat laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) setiap tahun. Sebelum diundangkan, LKPP harus diaudit BPK.
Siklus ini merupakan amanat paket undang-undang keuangan negara. Paket ini meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Terhadap LKPP selama 2004-2009, BPK memberikan opini disclaimer alias tidak memberikan pendapat. Selanjutnya terhadap LKPP 2010-2015, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian. Adapun untuk LKPP 2016, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian.
Pertimbangan pemberian opini wajar tanpa pengecualian, menurut Moermahadi, antara lain karena pemerintah sudah berhasil menghilangkan akun suspen yang selalu ada sejak LKPP 2004 sampai dengan 2015.
Akun suspen adalah hal yang tidak lazim dalam prinsip akuntansi pemerintahan. Ini diciptakan untuk menyamakan perbedaan antara realisasi belanja negara yang dilaporkan kementerian/lembaga dan realisasi belanja negara yang dicatat oleh Bendahara Umum Negara.
Pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut dengan membangun basis data tunggal melalui e-rekon dan sistem informasi penyusunan LKPP yang lebih baik. Dengan demikian, tidak ada lagi akun suspen dalam LKPP 2016.
Faktor lain adalah meningkatnya kualitas pertanggungjawaban APBN 2016 di tingkat kementerian dan lembaga negara. Ini tecermin pada bertambahnya opini wajar tanpa pengecualian untuk kementerian dan lembaga negara. Selama 2011-2015, institusi yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian berkisar 61-65 instansi.
Pada 2016, jumlahnya bertambah menjadi 74 instansi atau 84 persen dari total instansi. Sementara yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian adalah 8 instansi atau 9 persen. BPK tidak memberikan opini kepada 6 instansi atau 7 persen.
”Opini wajar dengan pengecualian atas 8 instansi dan opini tidak menyatakan pendapat atas 6 instansi tersebut tidak berpengaruh secara material terhadap LKPP 2016,” kata Moermahadi.