Ratusan Juta Diduga Jadi Bancakan, Mahasiswa Laporkan ke Kejari

886

Hasil retribusi empat unit pelayanan jasa (UPJ) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan diduga menjadi bancakan. Sekitar Rp 558 juta hasil retribusi itu dicurigai dikelola tanpa mekanisme yang sesuai prosedur.

Yakni, tanpa ditetapkan di dalam dokumen anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Pengelolaan dana Rp 558 tersebut juga tidak memiliki rencana kegiatan anggaran (RKA) dan daftar penggunaan anggaran (DPA).

Atas dasar itu, aktivis mahasiswa melaporkan dugaan pengelolaan pendapatan tidak prosedural ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan, Rabu (6/9). Sebelum melapor, aktivis yang tergabung dalam Forum Mahasiswa dan Pemuda Revolusi (Formasi) itu menggelar demonstrasi.

Koordinator Formasi Iklal mengatakan, pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak prosedural bisa memicu tindak pidana korupsi. Sebab pengelolaannya tidak memiliki acuan jelas.

Dijelaskan, dalam PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah diatur mengenai mekanisme pengelolaan pendapatan daerah. Pasal 59 ayat (1) menyebutkan, penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan secara langsung.

Lalu pada ayat 3 penjelasannya dinyatakan, semua penerimaan daerah sebagaimana disebut ayat (1), apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas daerah (kasda). Jika berbentuk barang menjadi aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah. ”Jadi tidak boleh langsung digunakan,” katanya.

Regulasi mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah diatur dalam Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam pasal 7 disebutkan, seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, baik bentuk uang ataupun jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.

Kemudian dalam pasal 20 disebutkan, seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto dalam APBD. ”Ini beda, ujug-ujug langsung digunakan,” ungkapanya.

Diduga ada kelalaian yang dilakukan secara sengaja dari pengelolaan dana tidak prosedural itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada main mata dari pejabat untuk mengeruk keuntungan pribadi atau golongan dari pendapatan itu.

Dia meminta aparat penegak hukum, dalam hal ini kejari, menindaklanjuti laporan yang disampaikan Formasi. Sebagai informasi awal, Formasi memberikan sejumlah data untuk ditindak lanjuti. ”Kasus ini harus diusut,” desaknya.

Di tempat terpisah, Kepala Disdik Pamekasan Moch. Tarsun mengatakan, laporan mahasiswa berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam LHP BPK disebutkan, pengeluaran empat UPJ tidak masuk APBD.

Tapi dalam dokumen tersebut tidak disebutkan adanya kerugian negara. Disdik hanya direkomendasi untuk membenahi pengelolaan UPJ. ”Sebab sekarang dikelola provinsi, sudah kami sampaikan ke provinsi,” katanya.

Menurut Tarsun, tidak dimasukkannya pengeluaran itu ke dalam dokumen APBD karena keterbatasan pengetahuan pengelola. Sebab, empat UPJ itu bersifat swakelola dari pihak sekolah yang awalnya kecil-kecilan.

(mr/pen/bas/JPR)

Sumber: jawapos.com/radarmadura