Serapan Anggaran Kabupaten Sidoarjo Hanya 31 Persen

1041

Kemampuan pemkab dalam menjalankan program-program pembangunan dipertanyakan. Bagaimana tidak, memasuki triwulan keempat atau mendekati tutup tahun, nilai serapan APBD masih sangat kecil. Yakni, 31 persen.

Rendahnya serapan anggaran pemkab sempat disentil langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dalam pengarahan kepada seluruh gubernur, wali kota, dan bupati se-Indonesia pada Selasa (24/10), Jokowi menegur empat kepala daerah. Yakni, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Jember, Kota Tangerang, dan Kabupaten Sidoarjo. Penyebabnya, serapan anggaran empat daerah itu sangat minim.

Presiden sempat kesal. Sebab, pemerintah sudah menggenjot penerimaan dari pajak. Namun, ketika ditransfer ke daerah, uang mengendap di bank.

Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin mengatakan, salah satu penyebab kecilnya serapan anggaran itu adalah perubahan organisasi perangkat daerah (OPD). ’’Dampaknya, seluruh dinas harus melakukan penyesuaian,’’ ucapnya kemarin (25/10).

Sekretaris Daerah (Sekda) Sidoarjo Djoko Sartono membenarkan bahwa serapan anggaran pemkab baru mencapai 31 persen. Besarnya uang APBD 2017 yang belum digunakan itu disebabkan pembayaran proyek yang belum berjalan. ’’Makanya, terlihat minim,’’ tuturnya.

Pejabat asal Ponorogo itu mencontohkan pembangunan jalan. Ada empat ruas jalan yang dibangun. Saat ini yang sudah dikerjakan baru ruas pertama dan kedua. Ruas ketiga dan keempat belum dikerjakan. ’’Uang pengerjaan belum digunakan (dicairkan). Menunggu proyek tuntas,’’ ujarnya di gedung DPRD kemarin.

Meski begitu, Djoko meminta semua OPD memacu kinerja. Seluruh kepala dinas dikumpulkan untuk diberi arahan. ’’Kami minta kerja keras sampai akhir tahun,’’ tuturnya.

Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan mengungkapkan, konflik anggaran yang mencuat di awal tahun ikut berdampak pada rendahnya serapan anggaran. Ketika itu, dewan mempersoalkan adanya penambahan dan pergeseran anggaran di dalam APBD 2017. Awalnya, dewan dan pemkab bersepakat total kekuatan APBD 2017 adalah Rp 4,1 triliun. Namun, tiba-tiba bertambah menjadi Rp 4,2 triliun.

Penyebab lain adalah perubahan OPD. Wawan, sapaan akrabnya, mengakui OPD memang perlu adaptasi. ’’Sehingga butuh waktu,’’ ujarnya.

[Selengkapnya …]