Tak Bisa Bayar Utang Proyek Rp 33 Miliar

780

Pemkab Sidoarjo harus menanggung sejumlah akibat karena tidak bisa mengajukan perubahan anggaran keuangan (PAK). Selain tunggakan rekening listrik, pemkab sulit membayar utang proyek. Nilainya lebih dari Rp 33 miliar. ’’Sebanyak Rp 4 miliar di bidang pengairan. Sisanya bidang tata bangunan dan jalan,’’ ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sidoarjo, Sigit Setyawan.

Dia menjelaskan, utang tersebut disebabkan pihaknya yang harus membayar proyek tahun lalu yang melebihi batas waktu. Karena tidak selesai, sesuai aturan, pemkab memberikan waktu tambahan 50 hari. ’’Pekerjaan selama tambahan waktu itulah yang belum dibayar,’’ katanya.

Pemkab berkomitmen membayarnya setelah perubahan APBD 2018. Namun, harapan untuk menuntaskan tunggakan pupus. Sebab, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2017 ditolak. Penggantinya adalah peraturan kepala daerah (perkada). ’’Meski PAK tidak berjalan, utang harus dibayar. Sebab, pembangunan yang dikerjakan rekanan sudah tuntas,’’ jelas mantan kepala dinas kebersihan dan pertamanan (DKP) itu. ’’Kami tidak bisa beralasan tidak bisa dibayar karena tidak ada APBD perubahan,’’ tambahnya.

Salah satu solusinya, Dinas PUPR mengusulkan utang pekerjaan itu dimasukkan kegiatan pemkab yang sifatnya mendesak. Menurut Sigit, dari hasil konsultasi dengan Kemendagri Sabtu (4/8), pemkab masih bisa menggunakan dana sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa). Namun, dana itu harus digunakan untuk kegiatan yang sifatnya urgen dan mendesak.
Utang pekerjaan pembangunan itu, menurut Sigit, masuk kriteria mendesak. ’’Kami berutang, jadi harus membayar.”

Lantas, bagaimana dengan kegiatan lain? Pejabat 56 tahun itu mengatakan bahwa pihaknya meminta seluruh bidang untuk menghitung. Kebutuhan bidang yang dirasa kurang segera diusulkan untuk mendapatkan tambahan anggaran.

Selain Dinas PUPR, utang pekerjaan pembangunan menjerat Dinas Perumahan dan Permukiman (perkim). Namun, tunggakan itu tidak sebesar Dinas PUPR. Jumlahnya hanya Rp 160 juta. Kepala Dinas Perkim Sulaksono menjelaskan, utang tersebut berasal dari pekerjaan pembangunan gorong-gorong. Karena melebihi batas waktu pengerjaan, pemkab memberikan tambahan waktu 50 hari. ’’Pembayaran menunggu PAK tahun ini,’’ tegasnya.

Alumnus ITS itu berencana memasukkan tanggungan tersebut pada pekerjaan yang mendesak. ’’Tidak tahu masuk kriteria apa tidak,’’ tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Agoes Boedi Tjahjono meminta semua pihak untuk tetap tenang. Menurut dia, PAK tetap bisa berjalan. Namun, bentuknya berbeda. Pemkab tetap bisa menggunakan dana silpa. ’’Mekanismenya dengan pengajuan surat pernyataan ke DPRD,’’ tuturnya.

Sementara itu, anggota badan anggaran (banggar) Mulyono mengatakan bahwa mekanisme surat pernyataan penggunaan anggaran itu masih diragukan. Sebab, setiap penggunaan anggaran harus memiliki tujuan.

[Selengkapnya …]