Dana jaring pengaman sosial untuk masyarakat Gresik yang terdampak pandemi Covid-19 dari realokasi APBD 2020 lumayan besar. Yakni, mencapai Rp 160 miliar. Dari jumlah itu, rencananya, diwujudkan bantuan langsung tunai (BLT). Sasarannya adalah 150 ribu kepala keluarga (KK). Setiap KK mendapat Rp 200 ribu selama April-Juni.
Keputusan itu sudah disepakati antara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Gresik dan tim anggaran pemkab. Namun, sejauh ini pihak pemkab disebut-sebut tetap ingin memberikan bantuan dalam bentuk paket sembako kepada warga terdampak. Bukan BLT.
Nah, setelah kesepakatan itu, pihak DPRD Gresik pun mengirim surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tujuannya, BPK ikut mengawasi penggunaan anggaran tersebut. Sebab, anggaran bantuan sosial untuk masyarakat yang berupa BLT saja mencapai Rp 120 miliar.
”Sebelumnya, dewan sudah berkirim surat ke bupati agar jaring pengaman sosial berbentuk BLT. Tembusannya ke BPK sehingga bisa dilakukan pengawasan untuk pertanggungjawaban,” kata Wakil Ketua DPRD Gresik Ahmad Nurhamim, kemarin (14/4).
Politikus Partai Golkar itu menyebutkan, masyarakat lebih menghendaki bantuan dalam bentuk tunai. ”Agar menyesuaikan dengan kebutuhan. Boleh saja bantuan tersebut berupa paket sembako, namun tetap perlu pengawasan,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik juga mewanti-wanti penggunaan anggaran jaring pengaman sosial dari APBD untuk penanganan pandemi korona. Jika ditemukan korupsi, pengguna anggaran terancam dituntut hukuman maksimal. Untuk kepentingan pengawasan itu, selain menerjunkan penyidik internal, kejari berharap segenap lapisan masyarakat ikut mengawasi penggunaan anggaran tersebut.
Ketua Fraksi Nasdem DPRD Gresik Musa menambahkan, bantuan paket sembako sangat rawan. Baik dalam bentuk pertanggungjawabannya maupun proses distribusinya. Terlebih, pemkab juga mendapatkan ribuan paket bantuan dari perusahaan untuk dibagikan kepada masyarakat. Belum lagi potensi dari provinsi atau pusat.