Kasus dugaan pemotongan dana bantuan sosial (Bansos) oleh agen BNI serta permainan-permainan nakal dalam penyaluran bantuan di Sidoarjo terbongkar dalam hearing di DPRD Sidoarjo, Selasa (22/9).
Sunarsih, perempuan tua penerima bantuan asal Tulangan yang hadir dalam pertemuan itu menceritakan beberapa kejanggalan. Di antaranya, kartu ATM miliknya beberapa kali dibawa oleh agen Bank BNI.
“Sebelumnya, dikasih tujuh sak beras, dipanggil lagi dapat enam sak. Saya terima saja, wong dikasih,” ujar ibu yang sudah sepuh itu di depan anggota dewan, Dinas Sosial, perwakilan BNI, dan sejumlah pihak.
Setelah beberapa bulan, dia mendapat beras 2 kg, telur 15 butir, minyak goreng, dan gula. Tapi, agen BNI itu tidak memberikan kartu ATM-nya. Tiap kali mengambil bantuan harus menunjukkan KTP.
Sama dengan Resan, pria tua penerima bantuan, tidak memegang ATM dan menunjukkan KTP jika hendak mengurus bantuan. Pengakuan kedua penerima bansos ini membuat semua peserta rapat terharu.
Mereka orang-orang tidak mampu dan kurang paham aturan, tapi hak-haknya tidak bisa mereka terima sebagaimana ketentuan. Beberapa pendamping PKH ikut mengungkap berbagai kejanggalan. Bukan hanya di Tulangan, tapi diduga di Prambon.
“Kalau pemotongan Rp 10.000, kami rasa wajar untuk administrasi mungkin. Tapi bantuannya Rp 500.000, diberikan Rp 300.000 dan beras, dan persoalan lain,” kata Endang, pendamping asal Prambon.
Pendamping lain, Bunga mempertanyakan sistem rekrutmen agen oleh Bank BNI. Kalau dari luar sangat sulit dan berbelit. Tapi jika dari keluarga pegawai atau orang dekat bank, bisa dengan mudah jadi agen.
Pimpinan BNI Sidoarjo, Muhammad Muadzom, yang hadir dalam pertemuan ini menyebut ada 880 agen BNI di Sidoarjo. Mereka adalah kepanjangan tangan BNI, khususnya dalam penyaluran bansos.