Istilah kerugian negara/daerah sudah dikenal oleh banyak orang, namun bagaimana cara dan proses penetapannya, belum banyak diketahui. Padahal penetapan kerugian negara/daerah oleh Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD) merupakan salah satu dasar untuk menyelesaikan ganti kerugian tersebut. Hal ini menyebabkan banyak kerugian negara/daerah yang sebenarnya sudah diselesaikan/dikembalikan ke kas daerah, namun dalam pemantauan BPK masih berstatus “dalam proses” karena nilai kerugian negara/daerah belum ditetapkan oleh TPKD.
Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI (Ditama Binbangkum) Blucer Welington Rajagukguk mengungkapkan, persentase jumlah kerugian negara/daerah yang sudah ditetapkan masih di bawah 10% dari total seluruh kerugian negara/daerah di seluruh Indonesia yang dipantau BPK selama periode 2009 s.d. Semester I 2020. Hal ini mengacu pada pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang dipublikasikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2020 (IHPS I 2020).
Untuk itu, Kepala Ditama Binbangkum mendorong penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, antara lain melalui penetapan nilai kerugian negara/daerah. TPKD juga diminta memperhatikan kedaluwarsa dalam Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) atas kerugian negara/daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini disampaikan Kepala Ditama Binbangkum saat menyampaikan keynote speech pada diskusi kelompok terarah (focus group discussion / FGD) yang diselenggarakan BPK Jawa Timur, Rabu (27/1/2021). FGD dengan tema “Optimalisasi Penyelesaian Kerugian Daerah Dalam Rangka Implementasi Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2017” ini diikuti secara telekonferensi oleh Sekretaris Daerah dan Inspektur dari 39 pemerintah daerah di wilayah Provinsi Jawa Timur, serta para pemeriksa BPK Jawa Timur.
Sementara itu, Auditor Utama Keuangan Negara V (Tortama V) Akhsanul Khaq dalam sambutannya menyebutkan bahwa penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) BPK terkait kerugian daerah tidak akan tercapai tanpa adanya optimalisasi penyelesaian kerugian daerah sesuai peraturan yang berlaku, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap PNS Bukan Bendahara/Pejabat Lain serta Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Kerugian terhadap Bendahara.
“Oleh karena itu, kolaborasi antara BPK, para Pejabat Penyelesaian Kerugian Daerah dan jajarannya serta stakeholders terkait menjadi penting guna efektifitas penyelesaian kerugian daerah,” kata Tortama V.
Kegiatan FGD bertujuan memberikan pemahaman mengenai regulasi terkait penyelesaian ganti kerugian daerah serta kedaluwarsanya. Selain itu, seluruh peserta FGD diharapkan dapat memahami hubungan antara penyelesaian ganti kerugian daerah dengan klasifikasi TLRHP secara komprehensif.
Penyelenggaraan FGD ini didasari adanya proses penyelesaian TGR oleh pemerintah daerah yang belum optimal atau kurang sesuai prosedur sesuai PP Nomor 38 Tahun 2016. Upaya pelaporan kepada BPK atas kerugian oleh bendahara untuk dilakukan proses TP juga masih rendah dan belum sesuai mekanisme TP yang diatur dalam Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
“Selain itu, masih ada usulan penetapan rekomendasi dengan status ‘Tidak Dapat Ditindaklanjuti’ dari pemerintah daerah yang belum sesuai Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak lanjut rekomendasi hasil Pemeriksaan,” ujar Kepala Perwakilan BPK Jawa Timur Joko Agus Setyono.
FGD ini menghadirkan narasumber dari BPK RI Pusat, yaitu Kepala Subdirektorat Kepaniteraan Kerugian Negara dan Daerah Supriyonohadi. Setelah sesi penyampaian materi sebagai pengantar, para peserta berdiskusi dengan narasumber terkait permasalahan penyelesaian kerugian daerah. Melalui FGD, diharapkan permasalahan yang dihadapi TPKD pada setiap pemerintah daerah memperoleh solusi dan kerugian negara/daerah dapat segera ditindaklanjuti dan terselesaikan.