ugaan penyelewengan dana bantuan keuangan khusus desa (BKKD) 2021 di delapan desa di Kecamatan Padangan harus menjadi pelajaran bagi desa lain. Terutama yang menerima BKKD yang akan datang. Sebab, hal itu bisa juga terjadi di desa lain.
Anggota Komisi B DPRD Lasuri mengatakan, BKKD 2021 memang program pertama kali. Pencairan dananya juga di Perubahan APBD. Sehingga, pengerjaanya harus dilakukan dengan cepat. “Ini yang membuat desa tidak siap,” katanya.
Itu berbeda dengan BKKD 2022 yang dananya bisa dicairkan di APBD induk. Persiapannya lebih matang. “Desa bisa melakukan kegiatan dengan lebih matang,” tandasnya.
Menurut Lasuri, beberapa hal yang membuat BKKD 2021 rawan adalah sistem pemilihan penyedia jasa, perencanaan, dan pelaksanaan proyeknya. Sebab, selama ini desa tidak memiliki tenaga teknis.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro Sukur Priyanto mengatakan, bahwa BKKD 2021 adalah pertama kali dilakukan. Diperkirakan desa belum begitu memahami juknis terkait dengan pelaksanaannya. Apalagi nominal BKKD cukup besar mulai Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. “Totalnya Rp 430 miliar. Itu besar sekali,” jelasnya.
Namun, lanjutnya, dugaan penyelewengan itu tetap harus menunggu hasil audit badan pemeriksa keuangan (BPK). Jika hadil audit itu menunjukkan ada kerugian negera, maka bisa ditindak secara hukum. “Namun, jika tidak ada kerugian negara maka harus diluruskan,” jelasnya.
Kerugian negara menjadi hal pokok dalam perkara ini. Karena itu, audit terhadap proyek BKKD di delapan desa Kecamatan Padangan harus segera dilakukan. Sehingga, bisa segera diketahui kejelasan perkara itu.
Saat ini dugaan penyelewengan BKKD itu tengah di dalami oleh penyidik Polda Jatim. DPRD memasrahkan sepenuhnya hal itu pada aparat penegak hukum (APH). “Kami hanya berharap tidak ada masalah seperti itu di desa lain,” jelasnya.
Sumber: Radar Bojonegoro