Pada Kamis, 17 September 2015, BPK menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Transformasi Hasil Pemeriksaan BPK dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”. Acara yang bertempat di Taman Dayu, Pasuruan ini dihadiri oleh Ketua BPK, Staf Ahli BPK Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan, Anggota Komisi XI DPR, perwakilan pemerintahan daerah di Jawa Timur, serta pejabat-pejabat di lingkungan BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur. Perwakilan daerah yang diundang dalam acara ini adalah kepala daerah dan pimpinan DPRD dari Kota Pasuruan, Kabupaten Pasuruan, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Probolinggo.
Acara serupa juga telah diadakan pada Maret 2015 lalu yang mengundang lima kepala daerah dan akademisi. FGD kali ini kembali diadakan untuk menjaring aspirasi/masukan dari stakeholder BPK tentang konsep transformasi hasil pemeriksaan BPK dalam mendukung terwujudnya amanah UUD 1945 untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Dalam FGD kali ini, yang bertindak sebagai moderator adalah Staf Ahli BPK Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan, Blucer Welington Rajagukguk. Acara dimulai dengan materi pembuka yang disampaikan oleh Ketua BPK, Harry Azhar Azis. Beliau memaparkan bahwa dalam hasil pemeriksaan BPK sampai dengan saat ini, opini WTP belum bisa dikaitkan dengan kesejahteraan rakyat. Hal itu disebabkan banyak program-program pemerintah yang meskipun sudah bagus secara pelaporan keuangan namun tidak berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, BPK memperkenalkan empat indikator kesejahteraan yang bisa dijadikan patokan dalam menentukan keberhasilan kinerja pemerintah. Empat indikator tersebut adalah tingkat pengangguran, kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM) dan gini ratio.
Ketua BPK juga menyampaikan point penting dalam rangka mendorong penyerapan anggaran pemerintah untuk program peningkatan kesejahteraan rakyat, Presiden telah menerbitkan surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah (pemda) bahwasanya aparat penegak hukum (APH) tidak akan melakukan kriminalisasi terhadap kebijakan (diksresi) yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah.
Setelah pemaparan yang dibawakan Ketua BPK, materi selanjutnya dipaparkan oleh Anggota DPR dari Komisi XI, Mukhamad Misbakhun. Anggota Komisi DPR yang membidangi keuangan dan perbankan ini memaparkan dukungan badan legislatif tersebut terhadap pimpinan daerah dalam program-program pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, dibuka kesempatan diskusi bagi peserta diskusi untuk menyampaikan masukannya terkait materi FGD. Bupati Pasuruan, HM. Irsyad Yusuf, menyampaikan bahwa indikator kesejahteraan rakyat umumnya tidak bisa dilihat hasilnya hanya dalam satu tahun anggaran, sehingga opini BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah belum bisa dikorelasikan secara langsung dengan peningkatan/penurunan kesejahteraan rakyat. Walikota Pasuruan, H. Hasani, mengeluhkan kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang membatasi penyaluran dana bantuan sosial (bansos) dan hibah hanya kepada lembaga yang berbadan hukum karena bertentangan dengan semangat peningkatan kesejahteraan rakyat. Sementara Wakil Walikota Probolinggo, HM. Suhadak, menyampaikan bahwa diperlukan payung hukum yang kuat atas instruksi pemerintah kepada APH untuk tidak melakukan kriminalisasi terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Acara diskusi berlangsung hangat karena selain menyampaikan pendapat, para pimpinan daerah dan pimpinan DPRD juga mengeluarkan keluhannya terkait kebijakan-kebijakan terkini yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Peserta diskusi berharap, BPK dapat memberikan masukan kepada jajaran pemerintahan pusat untuk menyesuaikan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan dengan kondisi riil di masyarakat.