BPK Jawa Timur menyelenggarakan komunikasi stakeholder dengan Pemerintah Kota Surabaya dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur, pada Rabu (2/2/2022) di Ruang Auditorium BPK Jawa Timur. Dalam forum tersebut antara lain membahas terkait permohonan pembebasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas pembelian tanah dan bangunan oleh OJK yang akan digunakan sebagai rumah jabatan.
Kepala Perwakilan BPK Jawa Timur Joko Agus Setyono menegaskan bahwa OJK merupakan lembaga di luar pemerintah yang didirikan negara berdasarkan amanat undang-undang, sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan urusan pemerintahan dengan anggaran yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, sehingga walaupun berada di luar pemerintahan namun asetnya adalah milik negara.
“Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 4 mengatur tentang objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB, namun Pemerintah Kota Surabaya belum mengatur secara jelas dan rinci jenis objek pajak BPHTB dan besaran keringanan BPHTB untuk objek bangunan kantor pemerintah beserta bangunan pendukungnya seperti rumah dinas. Kalau misalnya di dalam Perda belum diatur secara jelas, detailnya bisa diatur dalam peraturan walikota,” lanjut Kepala Perwakilan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh negara/daerah untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk pelaksanaan kepentingan umum.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Surabaya, Musdiq Ali Suhudi, menyatakan sependapat dengan hasil analisis BPK Jawa Timur. Selanjutnya untuk aturan lebih rinci terkait BPHTB tersebut akan diatur dalam Peraturan Walikota.