Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim resmi disahkan sebesar Rp 32,8 triliun, Senin (30/11) kemarin. Kekuatan anggaran Jatim untuk sektor pendapatan daerah disahkan sebesar Rp 31,13 triliun. Sedangkan belanja daerah sebesar Rp 32,8 triliun.
Defisit anggaran sebesar Rp 1,797 triliun diambilkan dari pembiayaan netto. Rinciannya pembiayaan netto ini diambil dari sisi penerimaan sebesar Rp 1,83 triliun dikurangi pengeluaran sebesar Rp 36,1 miliar.
“Dari raperda yang telah disetujui bersama ini akan dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri, yang hal itu kita mengacu pada PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2020 tentang pedoman penyusunan APBD 2021,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono mengatakan, persentasi terbanyak APBD 2021 secara program paling besar di pendidikan yang mencapai 51,8 persen.
Porsi anggaran tersebut di antaranya untuk pembiayaan pembangunan sekolah, Dana Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP), dan bantuan operasional sekolah daerah (BOSDA). “Kemudian kesehatan, selanjutnya ekonomi, infrastruktur, dan lain sebaginya. Itu dari belanja program, totalnya Rp 23,08 triliun,” kata Heru.
Sementara itu, juru bicara Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim Firdaus Febrianto dalam pendapat akhir fraksi memberi perhatian terhadap rendahnya harapan dan rata-rata lama sekolah sebagai penyumbang terbesar rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM). “Apalagi sekarang ini pandemi Covid-19, IPM yang ada sangat memprihatikan,” kata Firdaus.
Di sektor kesehatan, Firdaus mengingatkan tentang wacana vaksinisasi Covid-19. Ia berharap anggaran Rp 4,5 triliun sudah termasuk vaksinisasi tersebut.
Juru bicara Fraksi PPP DPRD Jatim Rofik mengatakan, anggaran harus bisa mengeliminasi persoalan dampak pandemi Covid-19. “Baik itu resesi ekonomi, kesehatan, pendidikan, kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan antar wilayah. Serta, ketimpangan pendapatan akibat pandemi,” kata Rofik.