Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim menyampaikan beberapa catatan atau masukan terhadap pemprov Jatim, terhadap Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016, meskipun telah sesuai dengan mekanisme perundang-undangan. Begitu dengan hasil audit BPK RI mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Juru bicara Banggar DPRD Jatim, Bambang Rianto mengatakan terhadap kinerja pendapatan OPD yang kurang optimal pada tahun 2016, secara khusus akan menjadi catatan dalam pembahasan perubahan APBD 2017.
Kedua yaitu terkait urusan pendidikan tentang pelimpahan SMA/SMK yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, maka pemerintah provinsi mulai saat ini harus sudah menata serta melakukan pendataan. Karena mengenai aset – aset ini nanti menjadi catatan dari LHP BPK.
Ketiga, pelimpahan kewenangan lainnya seperti pertambangan. Banggar mendesak untuk segera diusulkan payung hukum,khususnya terkait dengan mekanisme dan perijinan. Keempat, mengenai dana loan agreement dan dana bergulir agar Pemerintah Provinsi agar segera melakukan kerjasama atau MOU dengan pihak perbankan. Sehingga dana tersebut bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat baik melalui UMKM maupun Koperasi, agar menggerakan ekonomi bawah menjadi kuat.
Sementara itu, Ketua Banggar DPRD Jatim, A Halim Iskandar mengaku terkait dengan kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja APBD secara ekonomi makro dan berdasarkan perkembangan serta penerapan kebijakan pemerintah, maka proyeksi makro ekonomi Jatim tahun 2016 mengalami devisi yang cukup signifikan dibandingkan dengan rencana jangka menengah yang sudah ditetapkan.
“Kondisi tersebut akan tercapai apabila sektor-sektor yang memberikan sumber pertumbuhan tinggi mampu berakselerasi lebih cepat,” tegas politisi asal PKB ini. Dimana tegasnya ada 3 (tiga) sektor dapat memicu percepatan pertumbuhan ekonomi diantaranya pertama, industri pengolahan, sektor ini diharapkan mampu membrikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan ekonomi di Jatim .
“Untuk itu diharapkan pengembangan kawasan industri dan kebijakan di bidang perijinan yang lebih atraktif mampu menjadi daya tarik bagi invetastor untuk menanamkan investasinya di Jatim,” tegasnya.
Kedua, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi, mobil dan sepeda motor telah memberikan kontribusi terbesar ke-2 (dua) setelah industri pengolahan sejak tahun 2015. Hal ini disebabkan karena membaiknya kemampuan daya beli masyarakat.
Ketiga, kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar berikutnya adalah di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Sektor ini juga merupakan dominan menjadi mata pencaharian masyarakat Jatim. ”Adapun yang menjadi pendorong pada sektor ini adalah pembangunan infrastruktur serta pemasaran dan pembiayaan untuk produktivitas pertanian, kehutanan dan perikanan,” lanjut Halim.
Pada hakikatnya, tambahnya APBD merupakan salah satu instrument kebijakan untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah sebagai bentuk penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah yang hendak dicapai, serta tugas pokok dan fungsi perangkat daerah sesuai kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat.
“APBD meliputi aspek pendapatan, aspek belanja dan aspek pembiayaan. Untuk itu pengelolaan keuangan daerah yang baik, dapat menghasilkan keseimbangan antara optimalisasi pendapatan daerah, efesiensi dan efektivitas belanja daerah serta ketepatan dalam memanfaatkan potensi pembiayaan daerah,” tambahnya.
Adapun beberapa faktor yang berpengaruh pada penerimaan APBD sepanjang tahun 2016 diantaranya kondisi perekonomian nasional yang mulai menunjukan perbaikan darikondisi awal tahun yang menunjukan stagnasi, sehingga hal ini berdampak signifikan terhadap kenaikan indeks tenedensi konsumen, dan berimbas pada penjualan kendaraan bermotor serta capaian target penerimaan pajak daerah khususnya BBNKB yang cukup besar sampai dengan akhir tahun.
“Perubahan harga jual BBM sebanyak 6 (enam) kali oleh pemerintah sepanjang tahun 2016, membuat harga jual BBM tahun 2016 lebih rendah 5,05 persen dibandingkan tahun 2015 dan mempengaruhi penerimaan PBBKB,” tegasnya.
Begitu pula dengan ditetapkannya PP nomor 60/2016 tentang jenias dan tarif jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kepolisian negara RI, yang mengantur tambahan biaya adminstrasi BPKB, STNK, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, mutasi keluar dan nopol pilihan di kantor Bersama Samsat.
“Rasio jumlah obyek kendaraan bermotor apabila dibandingkan dengan jumlah aparatur badan pendapatan semakin besar, serta tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,” tambah pria yang juga Ketua DPW PKB Jatim ini. Serta semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang lebih mudah, cepat, tepat dan transparan. Termasuk kurang optimalnya pemanfaatan asset daerah dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan retribusi dan pemakaian kekayaan daerah.