Satuan Tugas Dana Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerima 10.922 laporan penyelewengan dana desa hingga akhir Oktober 2017. Modusnya antara lain regulasi yang tumpang tindih dan manipulasi program.
”Dari semua laporan, sekitar 30 persen atau 3.276 laporan di antaranya diselidiki lebih lanjut,” kata Ketua Satgas Dana Desa Bibit Samad Rianto di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (24/11).
Laporan penyelewengan diperoleh dari aduan warga melalui surat, surat elektronik, dan akun media sosial. Pada 2016, sebanyak 234 laporan diserahkan kepada KPK dan 167 laporan diserahkan kepada kepolisian (Kompas, 11/10).
Guna menangkal penyelewengan, Bibit berencana menggandeng bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Bhabinkamtibmas) sebagai pendamping desa.
Menurut dia, jumlah pelaksana pendamping yang ditunjuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi masih minim. Saat ini, satu pendamping bertanggung jawab atas empat desa. Minimnya jumlah pendamping diyakini memperbesar penyelewengan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Budiarso Teguh mengungkapkan, sejak 2001, anggaran transfer ke daerah meningkat sembilan kali lipat dari Rp 81 triliun menjadi Rp 766 triliun. Kondisi itu sejalan dengan peningkatan 12 kali lipat anggaran belanja daerah dari Rp 93 triliun menjadi Rp 1.090 triliun. ”Namun, kenaikan belanja daerah tidak diikuti pengelolaan yang efisien dan produktif,” kata Budiarso.
Persoalan itu, ujarnya, dibuktikan dengan adanya 7.950 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan kerugian negara Rp 1,55 triliun. Kini, 361 kepala daerah, baik gubernur, wali kota, maupun bupati, terjerat kasus korupsi.