Inspektorat Jawa Timur hingga kini belum menemukan adanya penyelewengan dana COVID-19. Kepala Inspektorat Jatim Helmy Perdana Putra menyatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengawalan terkait penyelenggaraan pemerintahan, khususnya masa pandemi. Menurutnya hingga saat ini masih terbilang aman dan belum ada penyimpangan yang cukup berarti.
“Saat ini kami mengawal Pemprov Jatim pada masa pandemi yang mengeluarkan belanja tidak terduga dengan nilai yang fantastis. Alhamdulillah sampai saat ini masih aman. Ibu Gubernur ini sangat teliti, jangankan berupa kerugian, laporan hasil pemeriksaan (LHP) formatnya salah saja kami pasti dipanggil. Beliau selalu minta kalau ada permasalahan selesai pada saat itu juga. Karena kami adalah sistem pengendalian internal (SPI) pemerintahan yang fungsinya pembina bukan pemeriksa murni seperti Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Helmy, Rabu (14/4/2021).
Dana COVID-19 di Jatim sendiri tergolong besar. Yakni sebesar Rp 2,384 triliun. Dana itu diambil dari refocusing APBD tahun 2020. Menurut Helmy, Inspektorat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan MoU dan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH).
Menurutnya pada UU 23 tahun 2014 pasal 385 berbunyi, semua permasalahan terkait pengaduan masyarakat, APH tidak boleh mengambil tindakan.
“Harus melalui pemeriksaan APIP dulu. Kemudian terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kami sering koordinasi dengan APH, kalau melakukan pemeriksaan jangan terlalu keras, artinya kalau tidak ada Mens Rea jangan ditangkap. Tujuannya agar PEN bisa jalan,” imbuhnya.
Dalam melakukan pemeriksaan, lanjut Helmy, Inspektorat memiliki program yang bernama . Aplikasi ini, di mana pemeriksaan tidak perlu datang ke obyek yang dituju, namun bisa diakses dari kantor melalui komputer, mulai dari anggaran hingga aset untuk meminimalisir pertemuan tatap muka.
Helmy mengatakan pihaknya juga memiliki Whistle Blowing System (WBS) yang dibentuk melalui Pergub 65 tahun 2017. Menurutnya, ini merupakan sarana bagi seseorang yang berani melapor jika ada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melakukan penyelewengan.
“Selain mendapatkan reward, kami jamin kerahasiaan pelapor. Hanya saja hingga saat ini belum ada laporan,” katanya.
Inspektorat Jatim memiliki regulasi baru yakni PP 72 tahun 2019 yang merupakan perubahan PP 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah. Helmy menambahkan PP ini kemudian dilakukan breakdown dengan Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2020 dan dibreakdown lagi dengan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 7 tahun 2021.
“Intinya PP 72 ingin mengoptimalkan peran inspektorat daerah selaku APIP. Revisi PP ini hasil kajian dari Kementerian Dalam Negeri dengan KPK. Karena menurut KPK tantangan inspektorat adalah melakukan pencegahan terhadap penyimpangan terkait penyelenggaraan pemerintahan,” ungkapnya.
Dia menambahkan PP ini juga menjelaskan penguatan APIP ada 3 faktor. Yakni lembaga, anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Pada lembaga diperkuat dengan penambahan inspektur pembantu khusus (irbansus) yang tugasnya pencegahan korupsi dan pengawasan birokrasi. Nantinya LHP akan dikirim ke Gubernur dan Kemendagri (sebagai filter),” pungkasnya. (fat/fat)
Sumber: detik.com