Belum lama menyelesaiakan Pilkades serentak serta pelantikan ratusan kepala desa (kades) terpilih, Pemkab Lamongan diterpa unjuk rasa.
Sekitar 80 kades yang mewakili ratusan rekannya se-Lamongan, menggeruduk kantor DPRD Lamongan, Senin (9/12), untuk mendesak kenaikan anggaran dana desa (ADD) 15 persen.
Para kades yang tergabung Dewan Pimpinan Cabang Perkumpulan Aparatur Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (DPC Apdesi) Lamongan kecewa dengan pemkab yang mengalokasikan ADD hanya 10 persen.
Pola minimal dari pemkab itu, menurut mereka, berdampak pada kesejahteraan perangkat desa. “Salah satu tuntutan kami ke pemkab adalah ADD dinaikkan 15 persen dari dana alokasi umum (DAU), setelah dipotong dana alokasi khusus (DAK),” kata Ketua Apdesi Lamongan, Zainul Mukid.
Dijelaskan Mukid, tuntutan para kades itu sesuai aturan, karena formulasi ADD adalah 10 persen sampai 20 persen dari DAU setelah dipotong DAK.
Alasan mendasar Apdesi, karena dari awal sampai hari ini pemkab selalu pola minimal ADD. Padahal, lanjutnya, ADD bisa dinaikkan tergantung kebijakan bupati dalam pengalokasian DAK.
Bupati bisa mengalokasikan anggaran ADD sebagaimana usulan dan dinaikkan 15 persen sampai 17 persen. “Jika ADD naik, otomatis kesejahteraan perangkat desa, kades, RT, RW, BPD, LPM meningkat,” ungkapnya.
Apdesi ditemui Ketua DPRD, Abdul Ghofur, didampingi anggota Banggar, yaitu Fredy, Anshori, dan Mutoyo. Para kades mendesak keberpihakan dewan yang merupakan wakil rakyat untuk menentukan anggaran terkait ADD.
Apdesi juga menyinggung asuransi bagi kades. Karena tahun ini kades tidak mendapat dana asuransi purna bakti. “Informasi dari pemkab, uang purna bakti ditiadakan dengan alasan ada temuan BPK,” kata Mukid.
Dana asuransi kades sudah berhenti Mei, Juni, Juli dan sampai hari ini belum cair. “Meskipun yang purna bakti terpilih kembali, tetap belum cair padahal dana itu hak kami,” tegasnya.