Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur diwajibkan membayar denda pemasangan alat efisiensi penerangan jalan umum (PJU) tahun 2013 sebesar Rp 18 miliar, sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung atas gugatan perdata yang diajukan CV Hapsari.
Beban anggaran atas denda tanggungan pembayaran perangkat efisiensi PJU tahun 2013 itu diungkap dalam rapat paripurna pengesahan APBD perubahan 2017 di DPRD Tulungagung, Jumat.
“Kewajiban bayar denda jelas memberatkan APBD Tulungagung. Apalagi tahun ini anggaran kami mengalami defisit Rp 185 miliar lebih,” kata Ketua DPRD Tulungagung Supriyono usai rapat paripurna.
Keterbatasan anggaran itu memaksa DPRD merekomendasikan pembayaran secara mengangsur, karena alasan prioritas keuangan untuk infrastruktur, pendidikan dan layanan kesehatan.
“Tahun ini kita kita angsur Rp 10 miliar, meskipun pihak PT Hapsari maunya dibayar semuanya,” katanya.
Supriyono menuturkan, kasus tersebut terhadi sekitar tahun 2013. Saat itu Pemkab menjalin kerja sama dengan CV Hapsari, untuk efisiensi penerangan jalan umum.
Namun, saat audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar kerja sama dihentikan sementara dengan pertimbangan pos kegiatan dianggap kurang patut.
“Pertimbangan BPK karena pemkab saat itu hanya mendapat prosentase yang sangat kecil, sekitar 10 persen. Pemkab juga kelebihan bayar ke CV Hapsari, berdasar hitungan BPK,” katanya.
Meski pada prosesnya CV Hapsari bersedia merevisi dan memberikan prosentase lebih besar, akan tetapi tetap tidak ada kata sepakat, sehingga muncul gugatan yang dilayangkan CV Hapsari hingga ke Mahkamah Agung.
Dalam prosesnya, MA memenangkan gugatan CV Hapsari. Kendati BPK menyatakan posisi pemkab benar, namun pemerintahan transisi saat itu gagal mengawal hingga akhirnya diputuskan Pemkab Tulungagung kalah dan harus membayar denda tanggungan Rp 18 miliar ke perusahaan asal Magetan tersebut.
“Kami dihantam balik dan sekarang wajib membayar Rp 18 miliar. Ini sangat memberatkan APBD kami,” kata Supriyono.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo mengatakan putusan tersebut sudah incraht.
Oleh karenanya, kata Syahri, Pemkab Tulungagung akan patuh dan membayar sesuai keputusan pengadilan.
“Sebenarnya tidak juga jika dikatakan kalah, karena nilai itu (Rp 18 miliar) sudah sesuai besaran tanggungan atas biaya pemasangan alat efisiensi PJU yang dipasang rekanan saat itu (CV Hapsari),” kata Syahri.
Bagi Syahri, denda tersebut hanya membayarkan kewajiban yang tertunda.
“Sementara kami tunda terus dia menggugat, dan kemudian kalah. Menurut saya itu bukan denda, tapi kewajiban kita yang tertunda,” kelit Syahri.
Senada, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Tulungagung Hendry Setyawan memastikan kewajiban bayar tersebut tidak akan mengganggu keuangan daerah.
“Yang terpenting pemerintah bisa mengatur skala prioritas program. Dalam APBD Perubahan ini, prioritas masih pada infrastruktur, pendidikan dan kesehatan,” katanya.
Hendry memastikan perintah pengadilan akan tetap dilaksanakan, kendati harus dibayar bertahap. “Kalau tidak bisa sekarang akan diteruskan 2018, tidak ada masalah. Pemerintahan kalau kurang, seberapa pun juga akan kurang,” katanya.(*)
Sumber: antarajatim.com