Kelebihan Pembayaran Cost Recovery Migas – DPR Tuding Ada Kebocoran yang Lebih Besar

981

Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghitung nilai kebocoran biaya pengganti operasi blok minyak dan gas bumi (cost recovery) yang lebih besar dibanding temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Anggota Komisi Energi DPR dari Fraksi Gerindra, Harry Poernomo, mengatakan kelebihan pembayaran cost recovery itu menjadi bukti kegagalan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam mengontrol kontraktor. “Mungkin karena SKK Migas bebannya terlalu besar sehingga kurang sungguh-sungguh koreksinya,” kata Harry.

Selasa lalu, BPK merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2015 dalam rapat paripurna DPR. Dalam laporan itu, BPK menemukan kelebihan cost recovery tahun 2014 sebesar Rp 4 triliun. Angka itu jauh lebih besar dibanding kelebihan cost recovery 2010-2012 yang mencapai Rp 2,25 triliun.

BPK menyatakan kebocoran cost recovery itu terjadi pada tujuh wilayah kerja migas. Salah satunya dalam operasi Chevron Pacific Indonesia di Blok Rokan, Riau, yang mencapai Rp 312,34 miliar. Dalam laporan BPK disebutkan, kelebihan cost recovery Chevron meliputi tunjangan jual rugi kendaraan, tunjangan tempat tinggal para pekerja asing, tunjangan keluarga pekerja, serta tunjangan barang dan jasa. Semua klaim ini diajukan Chevron sebagai biaya operasi Blok Rokan. “Ini biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery,” demikian pernyataan BPK.

Chevron enggan mengomentari temuan BPK. Vice President Policy Goverment and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia, Yanto Sianipar, mengatakan masih perlu mempelajari laporan tersebut. “Saya belum bisa memberikan tanggapan,” kata Yanto saat dihubungi, kemarin.

Adapun juru bicara SKK Migas, Elan Biantoro, mengatakan BPK belum menyampaikan laporan akhir secara formal ke lembaganya. Namun menurut Elan, tunjangan pendukung seperti rumah atau penggantian jual rugi kendaraan masih diperbolehkan bagi pejabat perusahaan migas tertentu. Beban itu, kata dia, masuk komponen biaya umum dan administrasi. “Itu normal-normal saja,” kata Elan, kemarin.

Elan menjamin SKK Migas bakal menindaklanjuti temuan BPK jika sudah menerima laporan tersebut. Bila terbukti ada yang tidak sesuai dengan aturan, SKK Migas akan menagih kelebihan cost recovery dengan skema over-lifting. Artinya, bagian kontraktor pada tahun selanjutnya bakal dikurangi sebesar kelebihan bayar itu pada tahun sebelumnya.

Selain Chevron, kontraktor yang me-reimburse cost recovery lebih banyak daripada yang seharusnya adalah ConocoPhillips Indonesia Inc Ltd. ConocoPhillips (Grissik) Ltd, PT Pertamina EP, CNOOC SES Ltd, Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation, serta Premier Oil Natuna Sea BV. Total dan Inpex tercatat mendapat kelebihan cost recovery Rp 936 miliar. Duet Conoco mendapat kelebihan Rp 2,234 triliun, Pertamina Rp 365,62 miliar, dan Premier Oil Rp 91 miliar.

PT Pertamina (Persero) enggan menanggapi temuan BPK yang melibatkan anak usahanya itu. Menurut Senior Vice President for Upstream Strategic Planning and Operation Pertamina, Mediawati, Pertamina belum menerima laporan BPK secara resmi. “Kalaupun ada, kami tidak berani mengajukan cost recovery bila tidak disetujui SKK Migas,” ujarnya.

[Selengkapnya …]