Kemendagri Ingatkan Pemkab Jember Soal Rp 107 M pada Masa Bupati Faida

1001

Kementerian Dalam Negeri mengingatkan Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, agar berhati-hati dalam menyikapi nilai uang Rp 107,097 miliar yang dibayarkan ke rekanan pengadaan namun belum disahkan karena melewati tahun anggaran 31 Desember 2020.

Demikian salah satu hasil konsultasi Sekretaris Daerah Jember Mirfano dengan Hilman Rosada, Analis Keuangan Pusat dan Daerah Kemendagri, via daring, 1 Maret 2022 lalu. Angka Rp 107,097 miliar adalah temuan Badan Pemeriksa Keuangan saat mengaudit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2020, tahun terakhir pemerintahan Bupati Faida.

BPK menilai, penyajian kas di bendaharawan pengeluaran sebesar Rp 107.097.212.169,00 tidak sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Uang sebesar itu meliputi beberapa jenis belanja yaitu belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis (ATK, obat-obatan, alat kebersihan, alat kesehatan, makan minum petugas, APD), belanja modal (alat kesehatan, wastafel), belanja bansos (sembako, uang tunai).

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jember Tita Fajarwati dalam rapat dengan Panitia Khusus Covid-19 di DPRD Jember, Kamis (2/9/2021), sempat mengungkapkan, surat pertanggungjawaban pelaksanaan dana Covid Rp 107 miliar belum disahkan.

“Dalam arti karena pada saat 31 Desember (2020), mereka (organisasi perangkat daerah pelaksana) belum memberikan kepada BPKAD. Sehingga pengesahan itu pada 2021 pembebanannya kan sudah tidak ada. Tidak ada anggaran, sehingga tidak disahkan. Kalau yang Rp 31 miliar memang belum dibayarkan,” katanya saat itu.

“Nilai Rp 107 M dalam LRA (Laporan Realisasi Anggaran) tidak mungkin dibebankan pada tahun berikutnya,” kata Sekretaris Daerah Mirfano, Selasa (15/3/2022).

“Jika dilakukan pengesahan dengan menarik mundur tanggal pengesahan, apalagi ada tanggal penyetoran sisa ke kas daerah yang melampaui 31 Desember 2020, ini akan lebih berisiko untuk dianggap sebagai fraud dari kacamata audit oleh BPK,” kata Mirfano. Fraud adalah kecurangan yang dulakukan dengan sengaha untuk tujuan tertentu, seperti memberikan gambaran keliru terhadap pihak lain atau menipu.

Menurut Mirfano, Hilman menyarankan agar Rp 107,097 miliar tetap berstatus sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) dan menunggu BPK untuk melakukan koreksi dengan mendalami bukti-bukti transaksinya. Sebelum laporan keuangan tahun anggaran 2022 dan LRA disusun, akan ada koreksi atas LRA berdasarkan hasil temuan BPK dan bila menjadi bagian yang direkomendasikan BPK untuk dikoreksi.

Kemendagri juga mengingatkan, pejabat dilarang mengeluarkan anggaran atau belanja yang belum cukup atau tidak tersedia anggarannya. “Mekanisme BTT (Belanja Tidak Terduga) didahului dengan permohonan RKB (Rencana Kebutuhan Belanja) dulu untuk direalisasikan keuangannya, baru pekerjaan dilaksanakan dan bukan sebaliknya. Sehingga hal ini tidak bisa diakui sebagai utang,” kata Mirfano.

Sebenarnya, lanjut Mirfano, selama secara material formal dan kesesuaian transaksi tersebut dengan RKB bisa dibuktikan, sebenarnya ini bisa dikoreksi. Namun Kementerian Dalam Negeri menegaskan yang berhak melakukan koreksi adalah BPK. “Oleh karena itu sebaiknya Pemkab Jember menyampaikan dengan sebenarnya di CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan),” katanya.

Sumber: beritajatim.com