Laporan Keuangan – Momentum Perbaikan Bagi Pemerintah

1092

Presiden Joko Widodo meminta empat kementerian dan lembaga negara untuk segera berbenah dan memperbaiki laporan keuangan karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menolak memberikan pendapat. Hal ini harus menjadi momentum bagi pemerintah memperbaiki transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan.

Presiden Joko Widodo menyampaikan hal ini seusai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015 di Istana Negara, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (6/6). BPK menolak memberikan pendapat (disclaimer) kepada Kementerian Sosial, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (TVRI), serta Komnas HAM.

Pada 2015, ada tujuh kementerian dan lembaga (K/L) yang laporan keuangannya tahun 2014 disclaimer. BPK memberikan opini disclaimer karena laporan keuangan tidak bisa diperiksa sesuai standar sehingga auditor tidak yakin terhadap penyajiannya.

BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), disclaimer, dan tidak wajar (adverse opinion). Tahun ini adalah pertama kali penerapan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual yang mewajibkan pemerintah pusat menambah tiga laporan dari biasanya. Tahun ini pula, BPK memberikan opini WTP untuk 56 K/L dan WDP untuk 26 K/L.

Presiden Jokowi menegaskan, perbaikan harus terus dilakukan karena esensi akuntabilitas adalah tanggung jawab moral terhadap konstitusi dan rakyat. “Rekomendasi BPK harus segera ditindaklanjuti karena ternyata masih ada yang belum ditindaklanjuti. Saya tegaskan lagi, kementerian atau lembaga negara harus terus berbenah dan jangan ada yang bermain-main dengan uang rakyat,” ujar Presiden.

Penyebab

Saat dikonfirmasi, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, opini disclaimer muncul karena persoalan rekening Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). “Tahun lalu, BPK memberikan rekomendasi supaya disiapkan rekening khusus untuk PKH dan KKS. Kami sudah meminta PT Pos Indonesia menyiapkannya. Namun ternyata yang sudah jalan baru di pusat, sementara di bawah masih jadi satu dengan rekening operasional,” kata Khofifah.

Pihak K/L memiliki waktu 60 hari untuk memperbaiki laporan keuangan atau menjalankan rekomendasi BPK. Menurut Khofifah, pihaknya sudah bertemu tim BPK untuk perbaikan.

Adapun Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, salah satu penyebab opini disclaimer dari BPK adalah aset Hambalang yang sedianya akan menjadi Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada era pemerintahan sebelumnya, proyek itu dihentikan karena pembangunannya diduga terkait tindak pidana korupsi.

“Hambalang sudah terjadi sangat lama dan kemudian dibebankan kepada saya. Kemenpora tidak bisa melaporkan aset Hambalang secara detail karena masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” kata Imam.

Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, tahun ini BPK memberikan opini WDP karena masih ada enam persoalan pada laporan keuangan pemerintah pusat. Masalah itu antara lain pemerintah pusat menyajikan investasi permanen penyertaan modal negara per 31 Desember 2015 sebesar Rp 1.800,93 triliun dengan Rp 848,38 triliun untuk PLN. Sementara PLN tidak lagi menggunakan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan 8 dalam laporan keuangan tahun 2015.

Persoalan lain adalah temuan piutang bukan pajak Rp 1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi pada Kejaksaan Agung serta Rp 33,94 miliar dan 206,87 juta dollar AS iuran tetap, royalti, dan penjualan hasil tambang pada Kementerian ESDM tanpa dokumen yang memadai.

[Selengkapnya …]