Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (LBH Akar) Anam Warsito mengaku telah melakukan investigasi penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Khusunya bantuan sosial berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Menurut Anam, hasil investigasi yang dilakukan secara acak di 15 Kecamatan dan lebih dari 52 desa yang ada di Bojonegoro, menunjukkan adanya praktik tidak sehat dan prosedur penyaluran yang banyak dilanggar. Diantaranya soal aturan tentang Perangkat Desa dan TKSK yang tidak boleh memiliki e-Warong sebagai penyalur kebutuhan pokok bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Di lapangan perangkat dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) tidak ada yang memiliki e-Warong, tetapi menggunakan nama lain dari keluarga. Jadi akhirnya, program ini syarat dimanfaatkan oleh mafia yang ingin mengambil keuntungan lebih,” ujarnya, Kamis (3/9/2020).
Sehingga lanjut dia, secara masif e-Warong itu secara fungsi dikerdilkan, atau fungsinya bahkan ditiadakan. Padahal, tegas Anam, seharusnya e-Warong ini yang menjadi penyedia barang-barang kebutuhan pangan bagi KPM. “Sehingga berdampak pada buruknya barang pangan yang diterima oleh KPM, karena hanya untuk mengambil keuntungan yang besar,” tegasnya.
Hasil temuan yang didapatkan, kata dia, salah satunya adalah kondisi beras yang seharusnya kelas premium, ternyata yang diberikan kepada KPM banyak yang sudah hancur. Sehingga harga di pasaran tidak lebih dari Rp7.800. “Sedangkan harga dasar beras untuk bantuan BPNT ini seharusnya RP9.850. Belum lagi buah yang diterima sudah tidak segar, ayam yang separo itu mestinya besar menjadi kecil,” bebernya.
Sehingga jika penyaluran BPNT tidak mendapat evaluasi, maka KPM akan terus dirugikan. Pihaknya berharap, Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro melakukan evaluasi dan memberhentikan oknum TKSK maupun e-Warong dan suplayer yang terlibat dalam praktek tidak benar tersebut.
“Kami memberi rekomendasi kepada Dinas Sosial agar pemilik e-Warong memungsikan benar-benar sebagai e-Warong. Kebutuhan pokok yang bisa dipasok dari Bojonegoro agar tidak mengambil dari luar daerah dan bisa bekerja sama dengan BUMDesa. Sehingga program ini bisa dijadikan pengembangan usaha BUMDesa,” imbuhnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro, Arwan mengungkapkan pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat penerima, termasuk kepada TKSK yang bertugas mendampingi penyaluran BPNT. “Jika memang ada keluhan akan kami evaluasi kembali,” jelasnya.
Saat ini, menurut Arwan, jumlah e-Warong yang ada di 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro sebanyak 248 kios. Beberapa dari e-Warong memang diakui belum bisa melakukan transaksi menggunakan elektronik data capture (EDC) karena yang menentukan langsung dari pihak BNI. “Sementara yang belum memiliki EDC ini ikut di kecamatan terdekat,” pungkasnya. [lus/suf]
Sumber: beritajatim.com