Pemkot Khawatir Jadi Temuan BPK – Bila Membeli Rumah Lahir Bung Karno Rp 5 Miliar

954

Rencana Pemkot membeli rumah kelahiran Bung Karno di Jalan Peneleh Gang Pandean IV Nomor 40 menemui jalan terjal. Sejak 2012, pemilik rumah tidak mau melepas rumah bersejarah tersebut dengan harga murah. Karena itu, Ketua DPRD Surabaya Armuji berusaha mempertemukan sejumlah pihak terkait. Sayangnya, pemilik rumah menolak datang.

Sedianya pertemuan tersebut berlangsung pukul 13.00. Namun, setelah satu jam menunggu, sejumlah perwakilan baru datang ke kantor dewan. Salah satunya dari Kelurahan Peneleh. Disusul kemudian Bappeko serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) serta Dinas PU Bina Marga dan Pematusan.

Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa pemilik bangunan mematok harga Rp 5 miliar untuk melepas rumahnya ke pemkot. Kepala Bappeko Surabaya Agus Sonhaji menjelaskan, harga tersebut tidak mungkin dibayarkan pemkot.

Pada 2012 pemkot pernah menawar Rp 417 juta, namun ditolak. Setelah diturunkan tim ahli untuk melakukan penakaran, rumah berukuran 4 x 15 meter itu sepatutnya dihargai Rp 700 juta. “Itu yang ngukur tim ahli lho,” kata Agus setelah menghadiri rapat.

Agus menjelaskan, bila mengeluarkan dana dari APBD, ada aturan yang harus ditaati. Jika pemkot menganggarkan satu rumah Rp 5 miliar, BPK maupun KPK dikhawatirkan mempertanyakannya. “Kalau kami paksakan, pasti jadi temuan,” jelasnya.

Tahun ini pemkot tidak mungkin membeli rumah tersebut. Sebab, dana untuk membeli rumah itu tidak dianggarkan Rp 5 miliar. Untuk 2017, dia juga belum bisa menjanjikan bangunan tersebut bakal berpindah tangan.

“Kami tidak terburu-buru. Karena di kawasan Peneleh banyak situs-situs. Nanti kami anggarkan secara keseluruhan, tidak satu-satu,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Wiwik Widyati tidak berkomentar banyak mengenai hal tersebut. Dia menjelaskan, kawasan Peneleh yang memiliki banyak situs sejarah bakal ditawarkan sebagai objek wisata pada UN Habitat. “Bukan hanya rumah lahir Bung Karno. Banyak juga situs seperti masjid Peneleh dan makam Belanda,” katanya.

Armuji menjelaskan, untuk menangani masalah itu, perlu pendekatan berbeda. Harga Rp 700 juta yang ditawarkan pemkot dinilai bisa dinaikkan. “Karena nilai rumah ada pada historisnya. Seperti akik, kalau cuma batu biasa, murah. Tapi kalau nilai sejarahnya, harganya pasti mahal,” jelas pria yang menjadi anggota dewan sejak 1999 tersebut.

[Selengkapnya …]