Ada ribuan warga di RW 2 Kelurahan Kemayoran yang kaget karena tiba-tiba mendapat tagihan retribusi izin pemakaian tanah (IPT) alias surat ijo. Mereka tidak tahu rumahnya masuk data aset pemkot. Kemarin (29/10) ketua RW setempat mulai bergerilya untuk mendata siapa saja warga yang mendapat surat tagihan itu.
“Kebetulan jumlah pastinya belum tahu. Ada 14 RT di tempat kami. Kayaknya semua RT dapat surat itu,” kata Ketua RW 2 Krembangan Bhakti, Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Krembangan, Achmad Hidayat, kemarin. Dia memprediksi ada lebih dari seribu warga yang mendapat surat tagihan tersebut.
Persoalan itu ramai diperbincangkan saat ditemukan oleh Komisi A DPRD Kota Surabaya.
Dalam rapat pada Senin (28/10), beberapa warga mengaku menerima surat tunggakan dengan durasi 15 tahun hingga lebih dari 40 tahun. Masalahnya, mereka tidak tahu berapa tunggakan yang harus dibayarkan ke pemkot.
Yayak, panggilan akrab Hidayat, menunjukkan isi surat pemberitahuan tunggakan itu. Di dalamnya hanya tercantum durasi tunggakan dan kalimat jika warga tidak segera melunasi tunggakan beserta denda, pemkot bisa mengambil alih pengelolaan bangunan tersebut. “Gara-gara itu, saya digeruduk warga. Mereka khawatir ada penggusuran. Padahal, saya tahu niat pemkot tidak begitu,” kata pria yang juga menjabat staf ahli Fraksi PDIP Surabaya itu.
Rencananya, Yayak bertemu dengan jajaran Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) pekan depan. Selain mengonfirmasi nilai tunggakan warga, dia menanyakan solusi pemkot atas persoalan tersebut.
Sebab, sebagian warga punya surat pemakaian tanah dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Selama berpuluh-puluh tahun warga merasa tanah itu memang bukan surat ijo. Karena penagihan dilakukan mendadak, warga berharap ada kepastian hukum mengenai dasar hak pemkot menetapkan lahan tersebut sebagai surat ijo. Selain itu, warga berharap ada pemutihan. “Kalau memang nanti ditetapkan sebagai surat ijo. Ya, utang beserta dendanya jangan dibebankan kepada kami. Mulai dari nol saja,” lanjutnya.
Meski akan melapor secara kolektif pekan depan, sejumlah warga telah berinisiatif datang sendiri ke DPBT. Mereka ditagih Rp 3 juta-Rp 5 juta. “Itu untuk rumah yang tidak terlalu besar. Yang agak gede-an mungkin lebih mahal. Apalagi yang dianggap menunggak 40 tahun,” kata dia.
Retno Lestari adalah salah seorang warga yang disurati pemkot. Dia dianggap belum membayar retribusi sejak 1974. Artinya, lebih dari 45 tahun dia tidak membayar. Namun, Retno masih bingung terkait status tanah yang dia tinggali. “Yang ngerti cerita asli rumah saya ya orang tua. Saya enggak ngerti tiba-tiba ditagih begini,” katanya.
Sama dengan mayoritas warga lainnya, dia juga tidak tahu tagihan yang harus dibayar. Yang jelas, dia keberatan jika harus dibebani tagihan plus denda tersebut.
Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Muchammad Machmud meyakini masih banyak wilayah yang punya persoalan serupa. Namun, baru Krembangan Bhakti yang berani mengadu. “Jadi, nanti warga yang punya nasib serupa kami harapkan bisa lapor ke dewan segera. Biar dapat solusi sama-sama,” jelasnya.
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu menerangkan, pihaknya membuka pintu lebar-lebar kepada warga yang mendapat surat tagihan itu. Pemkot dan warga bisa berdiskusi mengenai masalah tersebut.
Dia menerangkan bahwa posisinya saat ini serba salah. Di satu sisi, area Krembangan Bhakti memang masuk peta aset pemkot. Jika tidak ditagih, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bakal menganggap hal tersebut sebagai pembiaran piutang. “Di sisi lain, kami paham jika warga bakal protes karena baru sekarang ditagih. Tapi, kami tegaskan bahwa tidak ada niat untuk meresahkan warga,” ucapnya.