Sengketa tanah antara warga dan pemkot masih kerap terjadi. Tipikalnya macam-macam. Tahun ini saja, pemkot harus menghadapi 17 sengketa lahan. Yang dihadapi juga beragam. Mulai perusahaan swasta hingga warga sendiri.
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu mengatakan, saat ini semua sengketa lahan tersebut dalam penyelesaian secara hukum. Salah satunya, pemkot harus menghadapi persidangan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ada beberapa tipikal kasus yang sering dihadapi pemkot terkait dengan sengeketa aset itu. Untuk perusahaan, misalnya. Biasanya terkait dengan perjanjian antara pemkot dan perusahaan. ”Ada perjanjian yang tidak ditepati atau dilanggar,” jelas Yayuk, sapaan akrab Maria Theresia Ekawati Rahayu.
Lalu, untuk perorangan, sengketa sering terjadi karena masalah sertifikat. Contohnya, warga memegang dokumen pethok D yang sebelumnya merupakan tanah kas desa. Namun, ternyata tanah tersebut juga dimasukkan pihak kelurahan sebagai aset pemkot.
Soal lainnya adalah terbitnya sertifikat ganda. Kasus semacam itu juga beberapa kali terjadi. Yayuk sebenarnya heran mengenai kasus tersebut. Mengapa dalam satu persil terdapat dua sertifikat yang berbeda dengan objek yang sama.
Biasanya sertifikat itu berbeda tahun terbit. Satu sertifikat terbit jauh lebih dulu, sedangkan sertifikat lain terbit belakangan. ”Saya sendiri juga tidak mengerti mengapa bisa seperti ini,” terangnya.
Dia menilai, permasalahan sertifikat ganda tersebut terjadi karena buruknya pencatatan administrasi pertanahan. Selain sertifikat, sengketa yang umum terjadi antara pemkot dan warga adalah terkait luas lahan.
Biasanya, warga mengklaim lahan yang dimiliki lebih luas hingga meliputi tanah yang tercatat sebagai aset pemkot. Untuk meminimalkan sengketa lahan tersebut, saat ini pemkot melakukan usaha intens untuk menyertifikasi semua aset tanahnya.
Setiap tahun, sekitar 200 lahan didaftarkan pemkot ke kantor pertanahan untuk dicatat. Langkah sertifikasi tersebut penting untuk mengatasi persoalan tanah yang setiap tahun bisa saja terjadi.
Melalui sertifikasi, pemkot bisa memberikan kepastian hukum terhadap status aset. ”Sesuai Peraturan Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah,” terangnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwiyono menyatakan sependapat dengan langkah pemkot. Sertifikasi tersebut menjadi salah satu jalan terpenting untuk pengamanan aset.
Menurut dia, agar proses sertifikasi aset tersebut tuntas, pemkot harus berani mengalokasikan anggaran dalam APBD. Dana itu nanti digunakan untuk mengurus sertifikasi tanah.
Selain itu, Adi meminta pemkot melakukan inventarisasi lahan yang dimiliki. Inventarisasi tersebut bukan hanya jumlah, melainkan target untuk apa ke depan lahan tersebut digunakan. Dengan begitu, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tidak asal main klaim.