Pemprov Jatim Alokasikan Rp 2,384 Triliun Tangani Covid-19

856

Pemprov Jatim telah membagikan 16 ribu rapid test ke Dinas Kesehatan (dinkes) kabupaten/kota serta 75 rumah sakit (RS) rujukan di Jatim. Namun, sejak dibagikan pada 27 Maret hingga kemarin, baru 6.263 rapid test yang sudah digunakan. Hasilnya, 145 di antaranya dinyatakan positif.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap seluruh kepala dinkes dan RS rujukan agar mempercepat proses rapid test. Karena dari 16.600 rapid test yang telah dibagikan baru 6.263 yang rapid test yang digunakan. Artinya, masih ada sekitar 10 ribu rapid test yang masih belum digunakan.

“Mohon dipercepat prosesnya sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan tim kuratif. Sampai hari ini baru 6.263 tes yang sudah digunakan,” tutur Gubernur Khofifah, Minggu (5/4).

Dari 145 rapid test yang positif, 4 di antaranya terkonfirmasi positif berdasar hasil PCR berbasis swab. Proses ini perlu terus dipercepat, karena menurut Khofifah, melalui rapid test proses tracing juga dapat segera dilakukan.

Sementara itu, perkembangan data Covid-19 di Jatim hingga kemarin kembali menunjukkan penambahan signifikan. Jumlah positif bertambah 35 orang atau total 187 orang positif. Sementara jumlah Pasien Dalam Pemantauan (PDP) mencapai 926 orang serta Orang Dalam Pemantauan (ODP) mencapai 10.636 orang.

Disinggung terkait anggaran penanganan Covid-19, Gubernur Khofifah menjelaskan telah melakukan refokusing dan realokasi anggaran. Baik terkait upaya preventif dan promotif, kuratif, tracing, serta dampak sosial ekonomi. Total anggaran yang telah disiapkan mencapai Rp 2,384 triliun atau setara dengan 6,8 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim.

Khofifah menjelaskan, anggaran tersebut akan menjadi bagian penting dari upaya Pemprov Jatim memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang terdampak dengan Covid-19. Khususnya bagi mereka yang tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun di luar data terpadu. Selama ini, DTKS digunakan pemerintah pusat untuk melakukan intervensi baik melalui Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Program Keluarga Harapan (PKH).

“Hari ini kita menemukan fenomena baru. Mereka yang ada di kepulauan terkonfirmasi tidak dapat menjual ikannya. Sebagian dari mereka tidak masuk DTKS. Begitu juga di perkotaan, ada driver ojek online (Ojol) yang juga terdampak tapi tidak masuk DTKS. Atau mereka yang mudik dan selama ini pendapatannya dihasilkan dari UMKM yang mereka jalankan di tempat perantauan,” tutur Khofifah.

Dalam kalkulasinya, masyarakat di pedesaan yang terdampak diperkirakan mencapai 4,73 juta keluarga. Sementara yang masuk dalam DTKS sebanyak 3,73 juta keluarga. “Berarti kira-kira ada 1 juta keluarga di luar DTKS,” tuturnya.

Kemudian di kota, yang merupakan sektor non agro. Ada sekitar 3,8 juta keluarga yang akan terdampak. Dari jumlah itu, yang sudah terkaver DTKS ada 1 juta keluarga. Selebihnya, 2,8 juta di luar DTKS. “Ini yang di luar urunannya pusat karena pusat menambah dari 2,8 juta ditambah 1,04 juta untuk BPNT. Dari perhitungan itu, Pemprov akan menambahkan bantalan, baik dari yang mendapatkan BPNT maupun yang belum mendapatkannya.Tentu kita berharap akan ada juga support dari kabupaten/ kota,” tutur mantan Menteri Sosial RI tersebut.

Ditegaskan Khofifah, pemerintah telah mendapatkan peraturan yang wajib diikuti bupati/ wali kota untuk menyiapkan refokusing kegiatan dan realokasi anggaran.

Saat ini teralokasi 2,384 triliun untuk seluruh hal yang terkait Covid-19 di Jatim. Ini setara 6,8 persen APBD Jatim. Jika ini diikuti oleh pemkab dan pemkot dengan refokusing dan realokasi anggaran untuk program terkait penanganan Covid-19, maka pihaknya optimis penanganan dampak sosial ekonomi akan sangat kuat.

“Katakanlah setiap bupati/wali kota melakukan refokusing dan realokasi anggaran 6 – 7 persen, maka ini akan memberikan bantalan yang kuat bagi dampak sosial ekonomi Covid-19 di Jatim,” tutur Khofifah.

[Selengkapnya …]