Penanganan kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum (APH) di semester pertama 2015 dinilai masih stagnan, bahkan cenderung menurun. Hanya separuh kasus korupsi yang sudah naik ke level penuntutan.
Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), APH hanya mampu menaikkan status 1.254 kasus atau sekitar 50,6% dari total kasus ke penuntutan dengan nilai kerugian negara Rp 18,3 triliun. Sisanya, 1.223 kasus atau 49,4% dari total kasus senilai Rp 11,04 triliun, masih tetap berstatus penyidikan.
Menurut Peneliti Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah, institusi kepolisian paling rendah dalam menaikkan status perkara korupsi ke jenjang penuntutan. Dia menyebutkan, kepolisian melakukan penyidikan terhadap 536 kasus korupsi sepanjang 2010-2014. Dari jumlah itu, 232 kasus atau 46% di antaranya naik status dari penyidikan ke penuntutan. Sisanya, 304 kasus atau 54%, statusnya masih stagnan di tingkat penyidikan.
Kejaksaan pun bermasalah sama. Dari 1.775 kasus berstatus penyidikan yang ditangani dengan nilai kerugian Rp 15,5 triliun, sebanyak 918 kasus atau 51% di antaranya telah naik ke penuntutan. Sisanya, 857 kasus, tetap bertahan di tingkat penyidikan.
KPK yang menangani 122 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 11,4 triliun juga lamban dalam menaikkan kasus ke level penuntutan. Dari 122 kasus korupsi yang ditangani KPK, 68 di antaranya atau 55% naik ke penuntutan. Sisanya, 54 kasus atau 45%, juga masih stagnan di penyidikan.
Koordinator investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, lemahnya kinerja penanganan korupsi oleh aparat penegak hukum juga terlihat dari rendahnya respons APH untuk menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait temuan unsur tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK periode 2003-2014, ditemukan ada 442 indikasi yang memiliki unsur tindak pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun. Sedangkan BPKP telah melakukan 3.072 audit investigatif dan perhitungan kerugian negara selama 2011-2015 semester pertama dengan nilai temuan Rp 16 triliun.
Jika ditotal, lanjut Febri, jumlah temuan BPK dan BPKP sebanyak 3.514 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 59,8 triliun. Nilai kerugian negara hasil audit BPK dan BPKP jika dibandingkan dengan nilai kerugian negara pada kasus korupsi yang disidik APH periode 2010 sampai semester pertama 2015 ditemukan selisih sekitar Rp 29,2 triliun. Dengan perhitungan Rp 59,8 triliun dikurangi Rp 30,6 triliun dari nilai kerugian terhadap kasus yang ditangani. “Artinya, masih ada kasus korupsi senilai Rp 29,2 triliun yang seharusnya masuk dalam tahap penyidikan, tapi belum ditindaklanjuti oleh APH,” katanya.