Penyaluran Bansos Dampak Covid-19 di Jember Kacau, Diterima 3.000 Orang Meninggal, Termasuk PNS

800

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam rangka penanganan Covid-19 di Kabupaten Jember tidak didukung pendataan memadai, serta belum seluruhnya didukung bukti pertanggungjawaban.

Poin tersebut tertuang dalam lembar kesimpulan BPK di dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Belanja Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2019 dan Belanja Penanganan Covid-19 TA 2020 pada Pemkab Jember, per 28 Desember 2020.

Ketua DPRD Jember, M Itqon Syauqi juga telah menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut. “Kami telah menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut. Ada 307 halaman. Hasil pemeriksaan kepatuhan atas belanja barang dan jasa di tahun 2019, juga Belanja penanganan Covid-19 Tahun 2020,” ujar Itqon, Jumat (1/1/2021).

Iqton menyebut kesimpulan besar yang dituliskan BPK, bahwa Pemkab Jember tidak melaksanakan belanja pengadaan barang/jasa tahun 2019 dan penanganan Covid-19 Tahun 2020 sesuai ketentuan yang berlaku dalam semua hal yang material.

Salah satu contoh belanja penanganan Covid-19 yang tidak sesuai dengan ketentuan adalah penyaluran bantuan sosial. BPK menyimpulkan, penyaluran bansos dalam rangka penanganan Covid-19 di Jember tidak didukung pendataan dan bukti pertanggungjawaban.

Kesimpulan itu didukung bukti data, di mana penerima bantuan manfaat BTT (Belanja Tidak Terduga) Covid-19 yang ditetapkan dengan SK bupati tidak seluruhnya valid. Juga tidak tepat sasaran, penerima sudah meninggal dunia, dan pindah ke luar kota.

BPK juga merinci penerima bantuan yang tidak tepat sasaran tersebut. Pertama, sebanyak 3.783 NIK (nomor induk kependudukan) dengan status telah meninggal pada data kependudukan.

NIK itu terdiri atas 1.115 pemilik KTP telah meninggal antara tahun 2000 sampai Juni 2020. Dan data 2.668 pemilik KTP tidak ada data tahun meninggalnya dalam data kependudukan.

Kedua, sebanyak 1.670 pemilik KTP telah pindah keluar Jember antara tahun 2011 sampai dengan 2019. Ketiga, sebanyak 326 NIK dengan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Keempat, sebanyak 91 NIK dengan pekerjaan anggota TNI. Kelima, sebanyak 20 NIK dengan pekerjaan Polri.

Ribuan pemilik NIK itu termasuk dalam total 228.541 nama penerima bansos dalam rangka penanganan Covid-19 tahun 2020. Bantuan sosial itu berupa uang tunai Rp 100.000 dan sembako (gula, beras, minyak goreng).

Dari hasil audit bansos dalam rangka penanganan Covid-19 itu, Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim mengatakan, jadi bukti bahwa kinerja Pemkab Jember sangat buruk. “Terindikasi ada penyimpangan. DPRD Jember telah membentuk pansus sehingga akan menindaklanjuti audit BPK ini,” ujar Halim.

Menurutnya anggaran penanganan Covid-19 harus benar-benar transparan, tepat sasaran, bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi dan hukum. Sebab pemerintah pusat memberi keistimewaan kepada pemda berupa keleluasaan melalui refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.

Ssebelumnya Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Jember, Mat Satuki mengakui bahwa sampai akhir Desember lalu, proses pertanggungjawaban semua kegiatan yang dananya memakai anggaran Covid-19 sedang dilakukan.

Jember merupakan daerah yang mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 tahun 2020, terbesar kedua di Indonesia, setelah Kota Makassar. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 479,4 miliar.

Anggaran itu dialokasikan untuk tiga kegiatan besar yakni penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan jaring pengaman sosial.

Sumber: surabaya.tribunnews.com