Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur menemukan dugaan penyimpangan anggaran pada pos Sekretariat DPRD Kabupaten Malang yang berpotensi merugikan negara Rp 397 juta. Anggaran sebesar itu berasal dari biaya perjalanan dinas para anggota dewan beserta staf pada Sekretariat DPRD sebagai pendamping dari pihak eksekutif, tahun anggaran 2015.
Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Malang, Irianto mengatakan, temuan tersebut hanya kesalahan administrasi dan telah direvisi. Namun dia tidak bersedia menjelaskan hasil revisi yang dimaksud. Ketika dimitna tanggapan terkait dugaan ini, Irianto mempersilakan wartawan untuk minta konfirmasi ke Inspektorat. “Coba tanya ke Inspektorat saja,” pinta Irianto, Selasa (16/8).
Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Malang, Ziaulhaq mengaku, biaya perjalanan dinas untuk anggota dewan atas kerja sama dengan pihak ketiga. “Tahun 2015 memang ada pihak ketiga yang menyediakan tiket untuk perjalanan dinas DPRD Kabupaten Malang,” ujarnya.
Menurutnya, penyediaan tiket melalui pihak ketiga dinilai tidak efektif. Saat ini, kata mantan aktifis anti korupsi ini, dilakukan swakelola melalui Sekretariat DPRD. “Swakelola lebih efektif ketimbang melalui pihak ketiga,” pungkasnya.
Zia pun membenarkan bahwa ada klaim dari BPK sebesar hampir Rp 400 juta dari pengadaan tiket pesawat. Namun uang tersebut dibebankan pada pihak ketiga. Dia pun mengaku belum tahu apakah uang tersebut telah dilunasi atau belum.
Data yang berhasil dihimpun, Sekretariat DPRD Kabupaten Malang mengalokasikan biaya perjalanan dinas bagi anggota dewan luar daerah sebesar Rp 10 juta atau 45,97% dari total anggaran Rp 32 juta. Penyedia tiket pesawat dipercayakan kepada PT GMW. Dalam kontrak kerjasama ini biaya tiket dihitung mulai dari DPRD ke Bandara atau dan dari bandara ke lokasi acara. BPK menemukan perbedaan harga tiket sebenarnya, dengan harga tiket yang dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban (LPj). Harga di dalam LPj dibuat lebih mahal (markup) dari harga tiket sebenarnya.
Beberapa maskapai yang digunakan antara lain, tiket Garuda Indonesia sebanyak 587 dengan harga Rp 235 juta. Selain itu, 217 tiket Lion Air sebesar Rp 93 juta dan 240 tiket Sriwijaya Air dengan harga Rp 67 juta. Sementara pesawat Citilink hanya 9 tiket atau sebesar Rp 1.650.101. BPK menemukan indikasi penggelembungan harga tiket sehingga terdapat selisih harga empat pembelian tiket di empat maskapai tersebut mencapai Rp 397 juta. Data tersebut diperoleh BPK usai melakukan konfirmasi ke masing-masing maskapai.
BPK menyimpulkan, munculnya kerugian tersebut karena Sekretaris DPRD selaku Pengguna Anggaran tidak optimal dalam mengawasi pelaksanaan anggara. Selain itu, Kabid Rapat selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tidak cermat dalam pengendalian pelaksanaan kegiatan.
Atas temuan ini, BPK telah mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Malang agar memperingatkan Sekretaris DPRD. BPK juga menginstruksikan Sekretariat DPRD agar memerintahkan PT GMW selisih harga tiket tersebut.
Sementara PT GMW juga dinilai telah membuat dan menyampaikan tiket tidak sesuai harga resmi.