Pembukaan deposito ke beberapa bank senilai total Rp 2,7 triliun oleh Pemkab Bojonegoro mendapat sorotan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro.
Dalam unjuk rasa di kantor pemkab, Kamis (14/11), PMII mendesak penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengusut dugaan penyelewengan uang rakyat yang disamarkan dalam bentuk deposito itu,
Ketua PC PMII Bojonegoro, M Nur Hayan mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi terkait APBD bersama Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) setempat.
Dalam diskusi itu, PMII mendapat data terkait pembukaan deposito senilai total Rp 2,7 triliun yang disebar ke beberapa bank.
Di antaranya, yang didapatkan PMII, adalah deposito di BRI sebesar Rp 1,5 triliun, BNI Rp 100 Miliar, Bank Mandiri Rp 50 Miliar, dan Bank Jatim sebesar Rp 1,25 triliun.
Padahal di Bojonegoro, menurut para mahasiswa, banyak bank yang bisa menyimpan dana itu. “Lalu mengapa pemkab memilih empat bank tersebut,” kata Hayan.
Pembagian deposito itu mengundang kecurigaan PMII. Hayan menegaskan, PMII mendesak bupati menjelaskan alasan mendepositokan uang rakyat itu.
“Selain itu PMII mendorong BPK, KPK, Kejari, dan Polres Bojonegoro mengusut dugaan penyelewengan uang rakyat yang disamarkan dalam bentuk deposito,” tambahnya.
Materi yang diusung PMII dalam aksi kemarin semula adalah anggaran Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) 2018 yang mencapai Rp 2,1 triliun.
Silpa itu kemudian di APBD 2019 pada P-APBD, lalu ada tambahan dana bagi hasil (DBH) Migas. Sehingga secara tidak langsung APBD yang semula terdapat anggaran Rp 4,8 triliun pada 2019, menjadi Rp 7,1 triliun.
Sedangkan ketika kembali membahas deposito di atas, PMII juga menemukan kejanggalan terkait perbedaan bunga yang dilaporkan.
Kejanggalan itu antara lain besaran bunga deposito yang tertuang dalam dua lampiran bernomor surat sama, tetapi nilainya berbeda.
Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro tidak terlihat menemui para mahasiswa. Informasinya, bupati sedang melakukan kunjungan kerja ke Bogor, sedangkan wabup berada di Surabaya.
“Perlu ada kejelasan mengenai perbedaan nilai itu,” tegasnya.