Program pembuatan seribu sumur bor yang dilakukan Pemkab Gresik disoal warga. Ini karena besarnya anggaran yang dikucurkan untuk pembuatan sumur itu tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. Hasilnya, selain airnya asin, juga banyak yang tidak mengucur.
Seperti dituturkan M. Ali Mansur, Kepala Desa (Kades) Betoyo Kauman, Kecamatan Manyar, sumur bor buatan warga lebih baik ketimbang sumur bor bantuan Pemkab. Sumur bor yang digagas Bupati Sambari Halim Radianto itu bertujuan untuk mengatasi kekeringan di wilayah pelosok desa.
Sayang, bantuan sumur bor itu belum sesuai dengan harapan warga. Sejumlah desa yang menerima bantuan sumur bor mengungkapkan program itu sia-sia karena airnya tak keluar. ”Kalau pun keluar, airnya tak sesuai dengan yang diinginkan warga. Air rasanya asin, karena pengeborannya terlalu dangkal,” ujar Ali Mansur.
Selain itu, biaya program yang pengerjaannya dilakukan oleh rekanan yang ditunjuk Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) itu juga dinilai terlalu mahal. ”Bantuan itu bukan berupa uang, tapi fisik sumur dan perangkatnya senilai Rp 200 juta,” kata Ali Mansur.
Menurutnya, kedalaman sumur bor itu hanya 110 meter. Padahal, Desa Betoyo Kauman juga membuat sumur sama dengan kedalaman 200 meter, namun hanya membutuhkan biaya Rp 125 juta.
”Dan, hasil airnya lebih baik. Jadi, biaya yang dikeluarkan DPUTR untuk sumur bor lebih mahal, tapi hasilnya tak bagus. Sementara sumur yang kami buat dengan biaya lebih murah hasilnya lebih bagus,” ungkapnya.
Sumur bor yang dibuat saat ini, kata Ali Mansur, sudah bisa mengaliri 400 Sambungan Rumah (SR). ”Biaya pemakaian sangat murah, Rp 3 ribu per kubik,” urainya.