Soal Sewa Flat Urip Sumoharjo Surabaya – Penurunan Tarif Tidak Tiba-Tiba

824

Warga penghuni Flat Urip Sumoharjo meminta dua hal kepada Pemkot Surabaya. Selain pemutihan tunggakan, mereka menusulkan adanya penurunan tarif sewa. Mereka menginginkan sesuai dengan kemampuan warga yang tinggal.

Sebelumnya, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Surabaya telah meminta fasilitasi Kejari Surabaya untuk menyelesaikan tunggakan sewa penghuni flat. Untuk sementara, kejari juga menerima permintaan dari warga terkait keringanan tarif. Dari yang paling tinggi Rp 105 ribu menjadi separonya. Sekitar Rp 50 ribu untuk lantai terbawah. Terus mengecil untuk lantai-lantai di atasnya.

Jika itu diberlakukan, lantai teratas atau lantai 4 hanya dikenai Rp 20 ribu per bulan. Nilai tersebut sejatinya kurang lebih sama dengan rusun-rusun lain di sejumlah lokasi yang dikelola pemkot. Namun, Kepala DPBT Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu menegaskan bahwa perubahan tarif tidak bisa dilakukan dengan segera. Selain itu, banyak pertimbangan yang harus diperhatikan untuk mengubah tarif.

Yayuk, sapaannya, mengungkapkan, flat itu memang dikenai tarif sewa tertinggi. Tetapi, nominalnya sudah disesuaikan dengan lokasinya yang berada di tengah kota. “Kami juga tidak bisa menurunkan begitu saja. Harus dilihat dulu kemampuan warga bagaimana,” terangnya, Rabu (24/10). Jika ternyata warga dinilai mampu secara ekonomi, penurunan tarif sewa tidak bisa dilakukan.

DPBT biasanya memonitor secara rutin. Untuk membayar tarif sewa, warga tidak perlu datang ke kantor dinas. Cukup menyetorkan ke pengelola masing-masing flat. Nah, petugas dari kantor pengelola itulah yang juga harus rutin memonitor warga. Misalnya, memeriksa apakah unit tertentu benar-benar masih dihuni warga sesuai daftar yang dibawa DPBT.

Keputusan penurunan tarif, lanjut Yayuk, juga harus melalui persetujuan wali kota. “Tapi, fokus kita sekarang masih ke tunggakan itu,” lanjutnya. Pemkot menegaskan bahwa tunggakan tidak akan dihapus begitu saja karena akan berpengaruh pada nilai pendapatan asli daerah (PAD).

Hal itu dibenarkan jaksa pengacara negara (JPN) dari Kejari Surabaya. Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Surabaya Arjuna Meghanada menambahkan, daerah bisa merugi jika penghuni tidak segera melunasi sewa. Pelunasan mungkin bisa dilakukan dengan sistem mencicil. “Bahkan, itu bisa jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) nanti kalau tidak hati-hati,” jelasnya.

[Selengkapnya …]