Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bangkalan, Samsul Arif, menjadi sasaran kemarahan kalangan legislatif atas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur. Dengan hanya meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) APBD 2016. Samsul dituding tidak cakap dalam kinerjanya.
LHP itu membuat Pemkab Bangkalan gagal keluar dari kubangan WDP karena ini merupakan raihan kali ketiga berturut-turut. Reaksi minor langsung keluar dari Ketua DPRD Bangkalan, Imron Rosyadi.
“Administrasi keuangan menjadi domain dan tanggung jawab BPKAD. Kinerja Kepala BPKAD (Samsul Arif) masih belum maksimal,” ungkap Imron, Rabu (5/7).
Pengangkatan Samsul di awal Februari 2017 sebagai Kepala BPKAD sempat menuai kritik sejumlah kalangan, termasuk dari legislatif. Sebelumnya, Samsul menjabat Sekretaris PU Bina Marga dan Pengairan.
Samsul yang berlatar belakang Sarjana Pertanian dinilai tidak mempunyai kapabilitas mengelola keuangan dan aset daerah. “Seharusnya (Samsul) tidak bisa beralasan baru menjabat dan segala macam. Ini bukan area belajar, melainkan area profesional. Seorang kepala dinas harus memiliki skill managerial,” tegasnya.
Kritikan atas penunjukan Samsul sejatinya terbukti pada realisasi serapan APBD 2017 triwulan pertama. Persentase serapan di bawah 20 persen menjadi yang terendah dari tahun-tahun sebelumnya. “Memang pernah kami kritik. Termasuk (molornya) pembahasan APBD 2017. Itu menunjukkan kapasitasnya tidak maksimal,” jelasnya.
Bangkalan mengulang kesalahan dalam pengelolaan sistem keuangan hingga kembali meraih WDP. “BPK bilang, ini adalah kesalahan yang sama,” pungkasnya.
Sebelum mendapat opini WDP tiga kali berturut (2014, 2015, dan 2016), Bangkalan pernah meraih empat kali opini WTP. Terakhir pada awal kepemimpinan Bupati RK Moh Makmun Ibnu Fuad tahun 2013.
Sekretaris Daerah Kabupaten Bangkalan, Eddy Moeljono mengungkapkan, raihan WDP harus didukung pihak eksekutif, legislatif, dan masyarakat. Bukan diraih satu komponen (BPKAD). “Karena pengelolaan keuangan merupakan sistem yang dibangun dari desa, kecamatan, semua OPD (Organisasi Perangkat Daerah), dan masyarakat. Termasuk legislatif punya peranan,” ungkap Eddy.
Apalagi, lanjutnya, syarat dan indikator penilaian oleh BPK setiap tahun bertambah berat dan selalu berubah. Seperti halnya 2017, BPK sudah menerapkan Electronic Finance (e-Finance). “Penerapan e-Finance itu, melecutkan semangat untuk merebut kembali WTP yang pernah kami raih,” pungkasnya.