Tunggakan Sewa Flat Urip Sumoharjo Surabaya Capai Rp 403 Juta

953

Penegakan perda tarif rusun untuk penghuni Flat Urip Sumoharjo terus berlanjut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya masih menyusun jadwal untuk sosialisasi kepada warga di blok B dan blok C rusun tersebut. Sebelumnya, warga blok A dipanggil dan mendapat sosialisasi jumlah tunggakan sewa mereka.

Total tunggakan sewa untuk warga blok A mencapai Rp 403 juta. Jumlah itu merupakan akumulasi dari sewa yang tidak dibayar sejak ditetapkannya perda tarif rusun pada 2013. Jumlah tersebut belum dihitung dengan sewa yang menunggak sebelum perda diberlakukan. ”Satu blok saja sekian banyak. Kemungkinan kalau ditotal, semua blok mencapai Rp 1,2 miliar,” jelas Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Surabaya Arjuna Meghanada, Selasa (7/8).

Besarnya angka tersebut juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan Pemkot Surabaya. Untuk itulah, lanjut Arjuna, pemkot mendelegasikan penyelesaian tunggakan sewa tersebut kepada Datun Kejari.

Arjuna menyatakan sedang mengkaji langkah yang paling tepat untuk mengganti kerugian pemerintah hingga triliunan rupiah tersebut. Namun, di satu sisi, mereka juga perlu mendengar masukan dari warga.

Arjuna menerangkan bahwa dalam pertemuan dengan warga blok A beberapa waktu lalu, 39 warga yang dipanggil rata-rata mengajukan keberatan. Sejatinya, warga bersedia membayar, tetapi tidak keseluruhan tunggakan. Warga mengharapkan tunggakan sebelum perda baru berlaku dihapuskan, sementara setelah perda berlaku dikurangi menjadi sekitar 50 persen. ”Dari awalnya Rp 105 ribu untuk lantai 1, mereka minta jadi Rp 50 ribu saja,” jelasnya.

Kini kejari menyiapkan sosialisasi untuk warga blok B dan blok C. Masing-masing berisi 40 unit flat. Kejari harus memastikan kembali apakah warga yang menghuni sesuai dengan data yang dimiliki pemkot. ”Takutnya ada dugaan bahwa yang menempati bukan pemiliknya sendiri,” papar Arjuna. Arjuna menambahkan, unit juga tidak boleh ditempati sanak keluarga di luar kartu keluarga (KK).

Di sisi lain, sebagian warga menyatakan bahwa mereka tidak bisa disalahkan. Sebab, dahulu flat itu dibangun di atas tanah yang mereka tempati. Namun, karena kebakaran, mereka direlokasi. Jika demikian, warga harus bisa memberikan bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut. Misalnya, bukti perjanjian dengan pemerintah sebagai pengelola tanah yang bersangkutan. Hal itu sesuai dengan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 yang mengatur Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

[Selengkapnya …]