Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur (Jatim) telah menggelar rapat koordinasi dan pengarahan di ruang sidang wali kota, Rabu (31/1). Rapat membahas soal rekomendasi tindak lanjut hasil pemeriksaan (TLHP) terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, rapat koordinasi dan pengarahan itu untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK Jatim yang sebelumnya ditindaklanjuti Pemkot Surabaya. Agar tidak memberikan beban kepada jajaran perangkat daerah (PD) pada periode berikutnya.
Wali Kota Eri menjelaskan, TLHP yang sebelumnya dikerjakan Pemkot Surabaya berjalan baik, sesuai arahan dan rekomendasi BPK Jatim. Pada 2021, dia menyebutkan, pertama kali dirinya menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, tindak lanjutan hasil pemeriksaan BPK Jatim kala itu mencapai 63 persen. Kemudian, pada 2022 menjadi 93 persen.
”Semester pertama 2023 95 persen, ada rekomitmen dengan bimbingan BPK, dan itu nanti insya Allah harapan kita pada 2024 bisa 100 persen,” kata Wali Kota Eri.
Dia menyebutkan, ada berbagai hal yang direkomendasikan BPK Jatim sebelumnya. Di antaranya soal pembayaran izin mendirikan bangunan (IMB) dan pajak bumi dan bangunan (PBB).
”Mulai dari PBB yang orangnya nggak ada, terus tagihan-tagihan yang titiknya sudah tidak ada. Pemerintah nggak bisa mengambang, pemerintah kan harus memberikan kepastian, itu lah yang diberikan kepada kami, arahan-arahan yang disampaikan,” ujar Eri.
Tak hanya itu, Eri menjelaskan soal pajak pembayaran reklame. Sesuai dengan rekomendasi BPK Jatim, pembayaran pajak reklame harus dibedakan, antara jalan utama dengan titik jalan lainnya.
”Terkait video, tidak mungkin sama dengan billboard yang 1×24 jam, dia cuma satu materi. Tapi kalau videotron kan 1×24 jam bisa beberapa materi, bagaimana itu nanti hitungannya. Nah, ini yang kita minta kepada teman-teman untuk berbicara kepada teman-teman reklame, berdiskusi terkait itu,” jelas Eri.
Dia menambahkan, setiap kali akan menerapkan kebijakan, Pemkot Surabaya sangat terbuka dengan masyarakat. Karena itu, dia tidak ingin ada kebijakan yang malah memberatkan masyarakat Surabaya.
”Surabaya ini terbuka saja, yang penting jalan dan semua merasa nyaman,” imbuh Eri.
Kepala Perwakilan BPK Jawa Timur Karyadi mengatakan, TLHP terhadap APBD Pemkot Surabaya saat ini sedang dalam tahap pemeriksaan dan pengujian. Setelah itu, dilanjutkan proses audit pada 5 Maret oleh BPK Jatim.
”Nantinya baru dilakukan pemeriksaan selama 60 hari, nah baru itu ada hasilnya,” kata Karyadi.
Karyadi mengungkapkan, yang perlu menjadi perhatian Pemkot Surabaya adalah soal pencatatan aset dan hasil pengadaan mutasi.
”Misal, ada pengadaan, tapi belum dicatat. Padahal barangnya ada, kontraknya ada, lupa mencatat. Tapi, kalau Kota Surabaya ini sudah agak minim lah,” ungkap Karyadi.
Selain itu, Karyadi menerangkan, dari hasil pemeriksaan pendapatan asli daerah (PAD) beberapa waktu lalu, masih ada tempat usaha di Kota Surabaya yang kurang dalam melakukan pembayaran. Seperti restoran, pajak hotel, dan termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
”Retribusi saya kira masih harus dilakukan pembenahan kebijakan, aturan sudah ada, namun mungkin kurang memadai sehingga harus dievaluasi. Sehingga, bisa terjaring dan tidak memberatkan masyarakat, jelas itu. Tapi, kalau fungsinya sudah tidak memberatkan masyarakat, masyarakat dengan sendirinya akan tertib membayar, hasil itu bisa digunakan untuk pembangunan, itu harapan kami,” terang Karyadi.
Dia menambahkan, BPK Jatim terus mendorong dan melakukan pengujian terhadap sistem pengendalian internal di lingkungan pemerintah daerah termasuk Pemkot Surabaya. Tujuannya, agar pelaksanaan tahap pajak dan retribusi yang diterapkan bisa berjalan sesuai aturan.
”Sehingga tidak ada oknum-oknum yang bermain dan sebagainya. Sejauh ini, Kota Surabaya dari dahulu kategorinya baik terus, WTP-nya (Wajar Tanpa Pengecualian) baik terus,” ucap Karyadi.
sumber: Jawapos.com