Kredit macet program dana bergulir (Dagulir) meningkat di dua bank milik pemerintah di Kota Probolinggo. Penyebabnya karena tidak adanya jaminan pinjaman, juga tidak ada alamat nasabah yang jelas. Peningkatan kredit macet ini bahkan menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerindah Daerah (LKPD) 2019 Kota Probolinggo. Sehingga, menjadi perhatian khusus DPRD Kota Probolinggo.
Wakil Wali Kota Probolinggo Moch Soufis Subri tidak menampik adanya peningkatan kredit macet dari program Dagulir. Menurutnya, peningkatan kredit macet ini tidak lepas dari pemahaman masyarakat yang salah terhadap program dagulir. “Masyarakat masih banyak yang mengganggap dagulir ini hibah. Jadi, diberikan kepada warga ya selesai. Padahal kan harus ada pengembalian pinjaman,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Karena itu, menurut Subri -panggilannya-, pemahaman masyarakat harus diubah. Bahwa dana bergulir ini harus dikembalikan. “Sehingga bisa dimanfaatkan oleh warga lain yang membutuhkan untuk pengembangan usahanya,” lanjutnya.
Total kredit macet Rp 1,1 miliar lebih. Kredit macet Dagulir senilai Rp 1,1 miliar lebih itu, diketahui merupakan kredit macet sejak tahun 2001 sampai 2019. Dan paling banyak, kredit macet terjadi di tahun 2001-2006.
Dagulir yang dicairkan di Bank Jatim mencapai total Rp 2,351 miliar. Sedangkan di BPR Jatim jumlahnya Rp 2,7075 miliar. Jika ditotal, kredit macet di dua bank ini mulai tahun 2001 sampai tahun 2019 mencapai Rp 1 miliar lebih. Tepatnya Rp 1.161.528.981. Rinciannya, di Bank Jatim sebesar Rp 703.746.014 dan di BPR Jatim Rp 457.782.967.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo Fernanda Zulkarnain menjelaskan, jumlah kredit macet di dua bank pemerintah itu meningkat pada tahun 2018 dan 2019. Yaitu, di Bank Jatim dan BPR Jatim.
“Terdapat penyisihan investasi dana bergulir yang tidak tertagih. Dengan rincian antara lain di Bank Jatim sebesar Rp 665.167.227,01 di tahun 2018. Dan tahun 2019 sebesar Rp 703.746.014,20. Dengan demikian, ada peningkatan kredit macet sebesar Rp 38.578.787,” ujarnya, Minggu (19/7).
Lalu di BPR Jatim, pada tahun 2018 tercatat ada kredit macet Rp 423.744.667. Lalu, tahun 2019 kredit macet menjadi Rp 457.782.967. Artinya, ada peningkatan kredit macet sebesar Rp 34.038.300. Jika ditotal, peningkatan kredit macet di dua bank pemerintah itu bertambah atau meningkat sebesar Rp 72.617.087. “Peningkatan angka kredit macet dagulir pada tahun 2018 dan 2019 terjadi, salah satu penyebabnya karena tidak adanya jaminan pinjaman. Juga tidak adanya alamat nasabah yang jelas,” lanjutnya.
DPRD pun merekomendasikan agar para pihak melakukan komunikasi yang intensif untuk mengatasi masalah tersebut. Yaitu, Bank Jatim, BPR Jatim, DKUPP, dan BPPKA. Tujuannya, terutama untuk meminimalkan angka kredit macet tiap tahun. Rekomendasi itu disampaikan DPRD Kota Probolinggo beberapa waktu lalu saat rapat paripurna penyampaian rekomendasi atas LHP BPK 2019 Kota Probolinggo.
Sibro Malisi, Ketua Komisi II DPRD Kota Probolinggo menjelaskan, ada beberapa temuan terkait macetnya dagulir saat Komisi II menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas LHP BPK TA 2019 ini. Di antaranya, kredit macet paling banyak terjadi selama periode 2001 – 2006. “Paling banyak itu kredit macet di tahun 2001-2006. Sebab, saat itu untuk pengajuan dagulir tidak menggunakan jaminan,” tuturnya.
Hal ini sejalan dengan catatan LHP BPK yang menyebutkan, tidak adanya jaminan kredit dari nasabah pasa saat program executing sebesar Rp 395.064.196 di BPD Jatim. Sehingga, nasabah menganggap dagulir itu sebagai hibah.
“Penerima kredit juga tidak mengaku bertanggung jawab atas program dana bergulir itu. Bahkan, ada yang sudah meninggal dunia. Bagi yang sudah meninggal dunia ini kami merekomendasikan agar diputihkan saja kreditnya,” ujar Sibro.
Penyebab lain kredit macet dagulir yaitu alamat nasabah tidak ditemukan, usaha nasabah mengalami kerugian, dan pemahaman nasabah bahwa dagulir adalah hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.
“Selain itu, baik DKUPP dan BPPKA ternyata tidak memiliki data nama-nama nasabah yang melakukan pinjaman dagulir. Data-data ini hanya ada di bank. Baik Bank Jatim dan BPR Jatim. Padahal, dagulir ini adalah dana pemerintah. Seharusnya ada evaluasi dari pemerintah juga,” tuturnya.
Selain itu, kelebihan pembayaran banyak terjadi dalam realisasi APBD 2019 Kota Probolinggo. Ada delapan kegiatan yang mengalami kelebihan bayar dengan nilai total Rp 456.036.141.
Kelebihan pembayaran ini diketahui dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Probolinggo TA 2019. Dalam LHP BPK terungkap sejumlah catatan mengenai kelebihan pembayaran yang dilakukan Pemkot Probolinggo.