Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan kunjungan perkenalannya dengan sejumlah pimpinan lembaga. Kemarin mereka menyambangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketua BPK Harry Azhar Azis dan jajarannya di Eselon I menyambut kedatangan Ketua KPK Agus Rahardjo beserta empat wakil ketua.
Dalam kesempatan tersebut, dua pimpinan lembaga negara itu berkoordinasi dalam penyelamatan keuangan negara. Khususnya, fokus pada penanganan pelanggaran di sektor pembiayaan, sumber daya alam (SDA), dan lingkungan hidup. Itu termasuk kasus korupsi yang terkait dengan audit perusahaan pertambangan dan perkebunan. “BUMN di sektor tambang dan kebun akan diperiksa memakai laporan BPK,” kata Agus Rahardjo setelah pertemuan kemarin (13/1).
Dua pimpinan KPK dan BPK juga sepakat memperkuat metode penilaian untuk membedakan aspek kelalaian dan kesengajaan yang mengakibatkan kerugian negara. Agus mencontohkan, seorang bendahara lupa menutup brankas karena lupa dan akhirnya terjadi kelalaian. “Jadi, mungkin itu bukan korupsi lho. Tuntutannya adalah ganti rugi. Nah, beda dengan disengaja, ada kerja sama dengan petugas. Itu pencurian,” tuturnya.
Dengan demikian, lanjut dia, perlu ada perbedaan perlakuan terhadap kesengajaan untuk menghilangkan uang negara atau lalai menjaganya hingga uang tersebut hilang. Kriteria dalam penentuan dua penyebab kerugian negara tersebut pun masih dibahas.
Meski demikian, Agus menyebutkan, pihaknya sudah menerapkan sistem penilaian yang akan memperkuat kriteria kesengajaan dan kelalaian. Jika dalam persidangan terungkap bahwa kerugian negara disebabkan kelalaian terdakwa, tuntutan yang diajukan adalah pengembalian uang negara, bukan pidana penjara.
Di tempat sama, Harry mengatakan, BPK akan membuat sejumlah kriteria untuk membahas sistem konstruksi hukum maupun keuangan negara. Sedangkan kemungkinan audit perusahaan pertambangan dan perkebunan itu terkait dengan audit kinerja atau investigasi jika ada kasus-kasus.
Semangat yang menggebu-gebu dari pimpinan KPK pun diungkapkan kepada Harry saat berdiskusi sekitar dua jam itu. Harry menekankan, sistem pencegahan tindak korupsi harus dibenahi. “Setelah sistem penindakan yang baik, perlu diikuti pencegahan,” ungkapnya. Itu menjadi aspek penting dalam reformasi sistem dan tata kelola keuangan.
Kesepakatan lainnya berhubungan dengan kerugian negara. “Salah satunya soal penilaian uang Rp 1 di KPK apakah sama dengan Rp 1 di BPK? Itu yang sedang kami rumuskan,” ungkap Harry.
Kata dia, dalam pertemuan tersebut, dua lembaga itu berangkat pada misi yang sama, yakni benar-benar bekerja untuk menyelamatkan uang negara.
Nantinya, koordinasi antara lembaga auditor negara dan antikorupsi itu pun akan tertuang dalam pembaruan nota kesepahaman (MoU). Dua lembaga negara tersebut juga menyepakati akan lebih meningkatkan kualitas rapat koordinasi. Yakni, koordinasi akan lebih sering daripada sebelumnya yang hanya tiga bulan sekali. Pasalnya, KPK juga memiliki ketergantungan terhadap hasil penghitungan kerugian negara.