“Ini Jelas Akrobat Hukum” – Kasus Korupsi Perdin DPRD Lamongan Tanpa Audit BPK

990

Keputusan Kejaksaan Negeri Lamongan melimpahkan kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas (perdin) DPRD senilai Rp 3,2 miliar, tanpa dilengkapi hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai sebagai langkah mundur dan akrobat dalam penegakan hukum.

Penilaian pedas itu diungkapkan Penasehat Hukum terdakwa kasus perdin, Sholahudin Serba Bagus, Selasa (19/1) menyusul dijebloskannya kliennya ke tahanan Medaeng oleh Pengadilan Tipikor.

Selaku penasehat hukum ketiga terdakwa yang juga mantan anggota DPRD, mendesak kepada Kejaksaan dan Pengadilan Tipikor, untuk menghentikan proses persidangan itu.

“Saya kira hakim harus jeli dan memutuskan sidang dihentikan, karena meneruskan kasus ini sampai ke persidangan saya nilai tidak mendasar, apalagi audit BPK untuk bisa mengetahui dalam kasus ini ada kerugian negara atau tidak sampai saat ini belum ada,” ungkapnya.

Kalau persidangan ini terus dilanjutkan, katanya, bukan lagi menjadi penegakan hukum melainkan bagaimana perkara ini segera diproses.

“Ini khan namanya tidak fair dan tidak adil,” katanya. “Ini menyangkut nasib orang untuk tidak dipermainkan, kalau menegakkan hukum silakan dilakukan tapi harus sesuai prosedur.”

Sementara itu, Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Lamongan Edy Subhan beberapa kali dikonfirmasi via handphone enggan mengangkatnya. Bahkan beberapa kali dikirimi SMS juga tidak ada balasan. Padahal biasanya pihak kejaksaan getol menyampaikan keterangan soal dugaan tindak korupsi Perdin.

Sebelumnya dua mantan anggota dewan eks Ketua Komisi A Jimmy Harianto dan eks Ketua Komisi D Sulaiman, terlebih dahulu dijebloskan ke sel tahanan Medaeng bersama Muniroh seorang rekanan yang kini hamil tua, atas kasus dugaan korupsi dana Perdin senilai Rp 3,2 miliar tahun 2012.

Dengan dijebloskannya 4 terdakwa ke Medaeng, masih ada 4 lagi tersangka lainnya yang menunggu giliran bernasib sama, mereka adalah dua anggota DPRD aktif Soetardjo Syafi’i (PKB) dan Nibianto (PDIP), eks Sekwan Abd Munir dan PPATK Rivianto.

Kasus dugaan korupsi perdin ini sebenarnya sudah terungkap beberapa tahun lalu. Namun dengan alasan menunggu hasil audit BPK, akhirnya proses penyidikan molor. Namun belakangan jaksa nekat menaikkan kasus tersebut ke pengadilan.

[Selengkapnya …]