Korupsi Kondensat Lebihi Skandal Century – Kerugian Negara Rp 35 Triliun

4225

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap ada kerugian triliunan rupiah dalam kasus kondensat. Kepala Subdirektorat Money Laundrying Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Kombes Pol Golkar Pangarso mengatakan besaran kerugian negara di kasus ini yakni USD 2,7 miliar atau jika dengan nilai tukar saat ini Rp 35 triliun.

“Berdasarkan komunikasi dengan BPK, nilai kerugian ini adalah yang terbesar yang pernah dihitung BPK dan disidik Polri. Sebelumnya kan yang paling besar itu perkara Century,” ungkap Golkar.

Pada 2013, BPK menyampaikan kepada KPK tentang laporan hasil pemeriksaan (LHP) kerugian negara atas kasus pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Hasilnya, kerugian negara akibat kasus itu bukan Rp 6,7 triliun.

Dari hasil pemeriksaan BPK dalam LHP itu terkuak, ternyata uang negara yang ‘ditilep’ dalam kasus FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik mencapai Rp 7,4 triliun.

Golkar melanjutkan, dengan diterimanya perkiraan kerugian negara dari BPK maka dalam minggu ini pihaknya akan mengirimkan disertai berkas perkara korupsi kondensat ke Kejaksaan Agung.

“Kami akan segera tahap satu ke Kejaksaan, supaya kasus ini bisa segera disidang. Karena kan selama ini terkendala perhitungan kerugian negara (PKN) yang belum keluar,” tegasnya.

Golkar menambahkan, penyidikan kasus ini tidak akan berhenti pada tiga orang tersangka, yakni eks-Kepala BP Migas Raden Priyono, eks-Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta mantan pemilik PT TPPI Honggo Wendratmo. Menurutnya kasus ini sangat kompleks dan ke depan bakal ada banyak penetapan pada para tersangka baru yang terlibat.

Ia pun berjanji penyidikan akan terus berjalan. “Penyidikan baru untuk mencari tersangka baru akan terus dilakukan,” tegasnya.

Kasus ini mulai bergulir saat Bareskrim dipimpin Komjen Pol Budi Waseso dengan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pur Victor Simanjuntak. Saat itu, keduanya mengklaim ini merupakan kasus mega korupsi yang sangat merugikan negara.

Dugaan tindak pidana dalam kasus ini yaitu adanya penunjukan langsung oleh SKK Migas, dulu BP Migas, pada PT TPPI. Bahkan kontrak kerja sama BP Migas dengan PT TPPI ditandatangani pada Maret 2009. Tapi PT TPPI sudah menerima kondensat dari BP Migas sejak Januari 2009. Hasil penjualan PT TPPI tersebut pun tidak disetorkan ke kas negara.

[Selengkapnya …]

 

Berita terkait sebelumnya :