Peluang adanya tambahan dana dari APBN untuk partai politik terbuka lebar. Dua institusi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memiliki pandangan yang sama. Dana bantuan politik (banpol) yang saat ini Rp 108 per suara memang layak dinaikkan.
“Saya pernah di partai politik, pernah juga di DPR. Dana sebesar itu untuk bangun kantor saja tidak bisa,” beber Anggota BPK IV Rizal Djalil pada Seminar Tata Ulang Dana Politik di Kantor BPK, Jakarta, kemarin (25/7).
Dia meminta penambahan dana untuk parpol dari APBN tidak dilihat sebagai upaya memperbesar kantong parpol. Tetapi, harus dipahami dalam kerangka membangun sistem politik yang lebih baik ke depan. Realitasnya, lanjut dia, parpol penting untuk diperkuat karena memiliki posisi yang strategis. Setidaknya, konstitusi telah menegaskan bahwa tanpa parpol, negara tidak akan memiliki presiden dan parlemen.
“Negara ini bisa bubar kalau tidak ada parpol. Presiden dan wakil presiden itu dicalonkan parpol. Tidak ada jalur independen,” tegasnya.
Lebih lanjut, kata dia, meski memiliki posisi yang strategis di dalam konstitusi, parpol selama ini juga bukan pihak yang mendapatkan porsi besar dari APBN. Dia mencontohkan total bantuan untuk 10 parpol yang memiliki kursi di DPR berdasar hasil Pemilu 2014 hanya Rp 131,7 miliar.
Dia lalu membandingkannya dengan hasil audit BPK terkait penyimpangan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) pada 2014. Angkanya mencapai Rp 1,05 triliun. Sebagaimana umumnya selama ini, dana di pos eksekutif tersebut cenderung meningkat menjelang pilkada. “Di sinilah negara perlu mengambil peran (secara formal, Red.) dalam mendanai kegiatan partai-partai politik,” imbuh Rizal.
Ketua KPK Agus Rahardjo juga sepakat adanya dana tambahan bagi parpol dari APBN. Dia menegaskan, hampir semua negara di dunia ini juga punya alokasi dana untuk partai politiknya. “Jadi, sebaiknya kita tidak perlu tutupi bahwa memang dana partai politik di Indonesia dari pemerintah ini perlu ditambah,” ujar Agus.
Menurut dia, setidaknya terdapat 1 persen dari APBN yang bisa dialokasikan untuk membantu pendanaan parpol. Artinya, jika mengacu besaran APBN 2015 yang mencapai Rp 2 ribu triliun, setidaknya anggaran yang bisa dialokasikan Rp 20 triliun. “Itu agar partai dapat menjalankan roda organisasinya dengan baik,” katanya.
Meski begitu, lanjut dia, tetap harus ada pengawasan dan pengawalan ketat atas dana yang diberikan negara. Termasuk harus disediakan perangkat sanksi yang tegas jika parpol ternyata tidak menjalankan fungsi dengan benar. Hal itu, lanjut Agus, juga berkaca pada kondisi di banyak negara.
“Entah itu sanksi administrasi tidak boleh mencalonkan pemimpin sampai sanksi pembubaran partai politik,” bebernya.
Seminar itu juga menghadirkan tokoh pimpinan dua parpol besar. Yaitu, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Keduanya juga diberi kesempatan berbicara di depan forum.
Di depan audiens, Setnov -sapaan Setya Novanto- mengakui bahwa dana operasional yang dibutuhkan parpol tidak sedikit. Dia menyebut angka Rp 5-10 miliar per bulan. Dana sebesar itu bukan hanya untuk operasional gedung, namun juga berkaitan dengan program dan kunjungan ke daerah.
“Bagaimanapun, parpol tidak akan maksimal tanpa didukung dana yang baik. Menghadapi masalah ini, selain bantuan negara, dibuka juga iuran anggota dan bantuan swasta,” jelas Setnov.
Sementara itu, Puan mengakui bahwa minimnya transparansi keuangan parpol selama ini telah membuahkan krisis kepercayaan di masyarakat. Karena itu, menurut dia, dibutuhkan penataan secara menyeluruh. Termasuk mengikis fenomena kanibalisme politik di internal parpol dalam pelaksanaan pemilu yang ujungnya juga ikut menyumbang tidak transparannya keuangan parpol.
“Kita harus punya partai politik yang bebas dari kanibalisme. Ini harus diupayakan. Kita harus mau bergotong royong. Sekali lagi, perlu bergotong royong membangun bangsa yang bersih,” imbuh Puan.