Belum Ada Sinyal Bakal Naik Status – Kasus Proyek JUT dan JITUT di Pemkab Sidoarjo

1098

Pengusutan kasus dana alokasi khusus (DAK) APBN 2015 yang mengalir ke Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan (DP3) Pemkab Sidoarjo hingga kini masih diselidiki Kejaksaan Negeri (kejari) Sidoarjo. Sejauh ini belum ada tanda-tanda status kasus bakal naik ke tingkat penyidikan.

Kasus itu mengemuka sejak Kepala Kejari Sidoarjo M. Sunarto mengeluarkan surat perintah penyelidikan awal tahun lalu. Saat itu Kajari pun menunjuk jaksa muda Aditya untuk menjadi ketua tim. Sejauh ini tim sudah memeriksa banyak saksi. Mulai rekanan hingga pejabat.

Kasi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Sidoarjo Adi Harsanto enggan memberikan penjelasan. Dia menyatakan, ekspose perkara ke publik baru bisa dilakukan saat status berada di tahap penuntutan. “No comment dulu selama proses penyelidikan,” ujarnya.

Sementara itu, Kajari Sidoarjo M. Sunarto tidak menjawab panggilan yang masuk saat dihubungi melalui saluran telepon. Namun, seorang sumber menyebut penyelidikan perkara itu masih berlangsung. Saat ini belum akan ada pemeriksaan. Meski begitu, pemeriksaan kepada para saksi akan kembali dilaksanakan. “Masih ada lagi yang akan dimintai keterangan. Untuk menguatkan dugaan,” tutur sumber tersebut.

Dihubungi secara terpisah, Kepala DP3 Pemkab Sidoarjo Anik Pudji Astuti kembali membantah adanya prosedur yang menyalahi aturan dalam pemanfaatan DAK APBN 2015 itu. Dia menegaskan bahwa proyek jalan usaha tani (JUT) dan jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) sudah sesuai petunjuk teknis. “Bagian mana yang menyimpang?” ujarnya kemarin (26/10).

Anik menjelaskan, alokasi dana yang diterima dari pusat tercatat Rp 16,8 miliar. Jumlah dana itu diperuntukkan bagi empat proyek. Yakni, rehabilitasi JITUT Rp 4,4 miliar, pengembangan JITUT Rp 4,4 miliar, pembangunan atau rehabilitasi JUT Rp 1,7 miliar, dan pengembangan sumber-sumber air Rp 6,2 miliar.

Nah, dalam pelaksanaannya, proyek-proyek tersebut dipecah-pecah sehingga tanpa lelang alias penunjukan langsung. Meski demikian, Anik menyatakan, kebijakan itu bukan hal yang melanggar peraturan. “Banyak dinas yang juga melakukan penunjukan langsung dalam mengerjakan proyeknya,” katanya.

Ditanya soal tidak ada nilai anggaran yang tercantum di salah satu papan nama proyek sebagaimana penelusuran di lapangan, Anik menjelaskan bahwa masalah itu bukan tanggung jawab DP3. Menurut dia, pihak yang bertanggung jawab adalah rekanan yang mengerjakan proyek.

Yang pasti, lanjut Anik, pihaknya sudah memberikan petunjuk kepada rekanan untuk memasang papan nama sesuai prosedur. Dia juga mengaku pernah menegur rekanan yang tidak mencantumkan nilai anggaran pada papan nama proyek bersangkutan. “Tanggung jawabnya sudah terpisah,” tuturnya.

Lalu, bagaimana dengan proyek-proyek yang tidak terealisasi? Anik mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Dia membenarkan, dalam pelaksanaannya, hanya ada 22 lokasi rehabilitasi JITUT, 23 lokasi pengembangan JITUT, 8 lokasi pembangunan JUT, dan 10 lokasi pembangunan sumber air. “Dana proyek yang tidak terealisasi tidak masuk ke kita. Jadi, dananya tetap di kementerian,” jelasnya.

Anik lantas mengungkapkan prosedur turunnya DAK. Dia menjelaskan, dana itu turun dengan dibarengi target pencapaian dan petunjuk teknik. Karena itu, tanggung jawab yang diemban tidak main-main. “Dari pusat ada target. Luas tanah sekian, produksinya harus sekian. Supaya apa yang ditargetkan tercapai, DAK turun sebagai perbaikan sarana dan prasarana,” tuturnya.

Dia juga kembali menegaskan, pihaknya tidak sembarangan menggunakan dana itu. Buktinya, luas tanam dan produksi tahun lalu melebihi target yang dicanangkan. “Lahan proyek tidak asal tunjuk. Mekanismenya tetap turun ke lapangan. Daerah yang berpotensi dipilih sebagai lokasi,” ungkapnya.

Anik membantah temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jatim yang menyebut ada sepuluh proyek yang bermasalah. Anik menerangkan, proyek-proyek tersebut tidak melanggar aturan. Hanya penempatannya pada laporan kegiatan tidak tepat. “Harusnya masuk belanja barang dan jasa (hibah), tapi masuk belanja modal,” jelasnya.

[Selengkapnya …]