Kekhawatiran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jika terjadi double account terkait gagasan Gubernur Jatim Dr H Soekarwo yang ingin memperbaiki jalan nasional, dinilai Komisi D DPRD Jatim terlalu berlebihan. Pasalnya, jika ini dibiarkan dikhawatirkan jumlah jalan nasional yang rusak semakin besar dan itu sangat merugikan masyarakat.
Anggota Komisi D DPRD Jatim Abdul Halim menegaskan pihaknya berusaha akan melakukan koordinasi dengan BPK terkait larangan tersebut. Pasalnya dalam UU No 23 Tahun 2014 pasal 298 dimungkinkan bagi Pemprov Jatim untuk memberikan dana hibah. Baik secara top-down atau bottom-up. Dengan begitu kerusakan jalan nasional semakin kecil serta menekan angka kecelakaan lalu lintas.
“Contoh kecil saja jalan menuju Mojokerto dari arah Krian di situ banyak ditemui jalan berlubang dan rusak. Hal ini diperparah dengan intensitas hujan yang begitu tinggi serta banyaknya kendaraan besar yang melebihi tonase bebas berkeliaran di jalan nasional akibat jembatan timbang tidak berfungsi maksimal,”tegas politisi asal Partai Gerindra, Rabu (8/2).
Apalagi, BBPJN VIII (Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional) hanya mendapatkan anggaran Rp 1,4 triliun dengan tanggung jawab luasan jalan cukup besar. “Kalau melihat dana segitu, dengan tanggung jawab yang begitu besar maka gagasan Gubernur Jatim cukup bagus, dibanding dengan kerusakan yang terjadi saat ini,”tambahnya.
Dengan kondisi seperti itu, Komisi D berencana akan melakukan koordinasi dengan BPK. Pertemuan tersebut di antaranya akan berbicara soal jalan nasional yang ruasnya bertambah hingga 2.300 km setelah ada pelimpahan dari provinsi ke nasional. Otomatis hal ini akan mempengaruhi anggaran perbaikan jalan.
Seperti diberitakan sebelumnya, usaha Pemprov Jatim agar segera ada perbaikan jalan nasional di Jatim tampaknya menemui jalan buntu. Sebab BPK RI melarang Pemprov Jatim untuk ikut andil memperbaiki jalan nasional. Alasannya, jalan nasional adalah wewenang pemerintah pusat.
“Sebenarnya, kita sudah konsultasi ke Polda dan Kejati dan dibolehkan. Tapi saat konsultasi ke BPK ternyata dilarang. Alasannya, nanti akan ada double account karena jalan yang mau kita perbaiki itu jalan nasional. Jadi, mau bagaimana lagi. Sudah mentok usaha saya,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (6/2).
Menurut dia, sudah tak terhitung berapa kali jumlahnya dia mendapat komplain dari masyarakat mengenai rusaknya jalan nasional di Jatim. Namun protes itu dia terima karena memang kondisi jalan itu rusak, walaupun sebenarnya jalan itu bukan jalan milik Pemprov Jatim.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi D DPRD Jatim yang lain, Achmad Heri. Menurutnya, seharusnya BPK mengutamakan kepentingan masyarakat dibanding hanya birokrasi. Seharusnya gagasan gubernur dapat digunakan untuk membantu BBPJN VIII dalam memperbaiki jalan nasional yang ada di Jatim. Apalagi masyarakat tidak memandang, apakah itu jalan nasional, provinsi atau kabupaten/kota. Yang ada minta pemerintah provinsi agar segera memperbaikinya. “Seharusnya BPK melihat kondisi di lapangan seperti sekarang ini. Kalau masalah birokrasi itu bisa dibicarakan antara pemerintah dan pemerintah,”lanjutnya.