Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut bahwa opini penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) merupakan sebuah kewajiban.
Oleh karenanya, hal tersebut sudah selaiknya tidak menjadi bahan kampanye bagi calon kepala daerah, terutama yang berasal dari incumbent.
Tak jarang, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) akan dijadikan ‘dagangan’ tentang keberhasilan pemerintah daerah tersebut.
Sebaliknya, apabila sebuah pemerintah mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), tidak wajar (TW), Tidak memberikan pendapat (TMP), akan menjadi ‘senjata’ bagi lawan politik.
Hal ini dilakukan untuk menunjukkan ketidakberhasilan pemerintahan sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor BPK RI Perwakilan Jawa Timur Novian Herodwijanto, menegaskan bahwa opini WTP yang diberikan kepada pemerintah daerah telah melalui pemeriksaan yang ketat.
“Menjelang pemilihan kepala daerah, BPK tetap berpegang teguh pada Integritas, Independensi dan Profesionalisme (IIP),” ujar Novian kepada wartawan.
Novian menyatakan hal itu di sela Media Workshop tentang Pemahaman tentang opini BPK atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) di kantor BPK RI Perwakilan Jatim, Sidoarjo, Rabu (6/12/2017).
Apalagi, opini WTP bukan merupakan sebuah penghargaan melainkan kewajiban yang sudah selaiknya dipenuhi tiap kepala daerah.
“Pak Jokowi (Joko Widodo Presiden RI), pernah mengatakan bahwa jangan berhenti mengejar opini WTP,” ujar Novian mengutip ucapan Jokowi.
“Pemerintah daerah memang memiliki sistem keuangan yang baik dan sesuai peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Novian menegaskan, BPK tetap menjalankan tugasnya dengan independen, dan tidak ada sangkut pautnya dengan calon kepala daerah.
“Tidak ada opini yang tujuannya ingin menyenangkan salah satu calon kepala daerah,” ujarnya.
Ia menegaskan, dirinya terjun langsung untuk terus memberikan pengarahan kepada auditor, untuk tetap menjalankan tugasnya dengan berintegritas, independen dan profesional.
Ia juga menyebut, jika ada oknum yang ‘nakal’, maka Majelis Kehormatan Kode Etik akan menindaknya.
“BPK sebagai badan pemeriksa keuangan. Marwah itu harus kita jaga bersama,” ujarnya.
Proses pengarahan dan pembinaan berkesinambungan terhadap petugas audit dan pegawainya.
Kemudian, ia juga mengingatkan jajarannya agar dapat menjalankan tugasnya dengan proporsional dan sesuai standar, serta memiliki integritas, independen dan profesional.
“Memang kita tidak bisa mudah (menghapus stigma negatif) secepat kilat. Tapi saya yakin akan bisa berubah kinerjanya lebih baik lagi,” tuturnya.
Novian juga membantah bahwa opini BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah itu hanya ‘seremonial’.
“Beberapa temuan diperoleh di lapangan dan itu riil dan dilaporkan. Bahkan pada pemeriksaan tertentu, kita bekerjasama dengan aparat penegak hukum, untuk ekspose kasus-kasus yang tidak terbaca (diduga ada unsur pidananya),” jelasnya.
Ia menegaskan, petugas audit juga tidak boleh ‘nakal’. Jika ada yang diduga ketahuan ‘bermain’, maka akan ditindak oleh Majelis Kehormatan Kode Etik.
Di Majelis tersebut diisi oleh dari unsur pimpinan BPK serta dari akademisi.
“Majelis Kehormatan Kode Etik di pusat akan memprosesnya. Jika terbukti, maka akan ditindak dan dikenakan sanksi,” tegasnya.
Novian menegaskan hingga kini tak ada auditor BPK RI Perwakilan Jawa Timur yang terindikasi melakukan praktek kecurangan.
Sumber: surabaya.tribunnews.com