DPRD Jatim mendesak pemerintah pusat memberikan diskresi terhadap pengelolaan jembatan timbang. Mengingat tempat kontrol tonase kendaraan angkut tersebut sudah setahun lebih tidak berfungsi. Padahal peranannya dalam menjaga kondisi jalan sangat diperlukan.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Hamy Wahyunianto mengutarakan, adanya semacam perjanjian kerjasama pengelolaan antara pemprov dengan pemerintah pusat. Sebab, menurutnya masalah jembatan timbang ini sebenarnya bisa dilakukan diskresi berupa dilimpahkan ke pemprov. Alasan yang dipakai untuk deskresi adalah kebijakan terobosan. Dengan begitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan kebijakan tersebut.
“Artinya bukan pelanggaran. Tapi kalau tidak ada itu ketika operasi kita kena operasi. Beberapa waktu lalu ke Kementerian Perhubungan soal jembatan timbang, sampai terakhir kesana betul-betul minta dengan sangat dan hormat. Tapi eselon tiga yang menemui kami tidak bisa apa-apa. Jadi harus ketemu dirjen,” ujar Hamy, Selasa (26/12).
Diakuinya, dari 19 jembatan timbang yang ada di Jatim, hanya dua dioperasikan oleh pemerintah pusat. “Yakni di Widang, Tuban dan satu lagi di perbatasan antara Ngawi dan Solo,” ungkapnya. Ini berarti 17 jembatan timbang lainnya mangkrak tidak berfungsi. “Ini sebetulnya kalau mau BPK juga bisa mengusut. Mengapa kok sampai mangkrak,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi D DPRD Jatim Achmad Heri. Menurutnya, ada dua alasan kenapa hingga sekarang jembatan timbang tidak kunjung beroperasi. Yaitu keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh pemerintah pusat di jembatan timbang. Maka dari itu, dirinya berharap pemerintah pusat melakukan kerjasama dengan pemprov.
“Bisa jadi kerjasamanya dengan petugas yang ada ditempatkan di jembatan timbang. Karena keterbatasan SDM yang dimiliki pemerintah pusat,” kata Heri.
Politisi Partai Nasdem ini menyayangkan masih belum beroperasinya jembatan timbang hingga sekarang. Baginya, ini bisa berpengaruh kepada mulusnya jalan di Jatim. Terlebih sebentar lagi masuk puncak musim hujan, dimana jalan rawan rusak karena genangan air hujan yang tidak sempurna dan tonase kendaraan tidak terkontrol.
Melihat hal tersebut, Gubernur Jatim Soekarwo mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dirinya beralasan, secara prinsip undang-undang jembatan timbang sudah milik pemerintah pusat. “Jadi hanya usul kita ke (pemerintah) pusat. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Wong itu undang-undang,” kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo.
Kendati demikian, orang nomor satu di lingkungan Pemprov Jatim ini pun telah meminta Menteri PUPR Basuki Hadimulyono untuk menyediakan material perbaikan untuk ruas jalan nasional. Yang baginya, melihat awal tahun ini sangat buruk penanganannya terhadap jalan rusak. ” Kemarin pak menteri tolong, aspal, pecahan batu itu sudah disiapkan di balai (Balai Besar Penanganan Jalan Nasional),” sebut Pakde Karwo.