Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menganggarkan dana sebesar Rp 4 miliar untuk menekan angka putus sekolah. Dana tersebut disalurkan melalui program Tabungan Gerakan Angkat Anak Muda Putus Sekolah.
Melalui program Tabungan Gerakan Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) siswa mendapat tabungan pendidikan Rp 1 juta per orang per semester. Selain itu, ada pula siswa yang mendapat bantuan uang saku dan uang transpor. Besaran uang saku dan uang transpor masing-masing Rp 5.000 per hari untuk siswa sekolah dasar, Rp 10.000 per hari untuk siswa sekolah menengah pertama, dan Rp 15.000 untuk siswa sekolah menengah atas.
Peluncuran program tersebut dilakukan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Sulihtiyono di SD Negeri 6 Alasbulu, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (29/1).
Garda Ampuh pertama diluncurkan 2016. Saat itu terjaring 5.128 anak putus sekolah. Di tahun ajaran 2018-2019, siswa putus sekolah tersisa 2.800, karena 2.328 siswa telah lulus. Dari total 2.800 peserta Garda Ampuh, 1.000 siswa mendapat bantuan tabungan pendidikan, sedangkan 1.800 siswa lainnya mendapat bantuan transpor dan uang saku.
”Program bantuan tabungan pendidikan diberikan kepada siswa miskin yang sempat putus sekolah. Sedangkan bantuan transpor dan uang saku untuk siswa miskin yang berpotensi kembali putus sekolah di empat kecamatan dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Banyuwangi, yaitu di Kalipuro, Wongsorejo, Kalibaru, dan Muncar,” ujar Sulihtiyono.
Pemberian bantuan tabungan serta bantuan uang saku dan transpor diyakini dapat menekan angka putus sekolah. Faktor ekonomi selama ini menjadi faktor tertinggi penyebab putus sekolah. ”Tiga penyebab putus sekolah tertinggi ialah faktor ekonomi, ditinggal orangtua, dan kawin muda. Kami berharap pemberian bantuan tabungan serta bantuan uang saku dan transpor bisa mengurangi angka putus sekolah di Banyuwangi,” kata Sulihtiyono.
Salah satu penerima manfaat program tersebut ialah Safira Nur Aini, siswa kelas X Jurusan Nautika di SMK Negeri 1 Kalipuro. Safira tinggal bersama kakek dan neneknya di Desa Telemung. Setiap hari ia menempuh perjalanan sejauh 15 km menggunakan sepeda milik kakeknya untuk menuju sekolah.
”Saya jelas bersyukur. Saya yang biasanya mendapat uang saku Rp 10.000 per hari, sekarang mendapat bantuan transportasi dan uang saku masing-masing Rp 15.000 per hari. Sekarang saya punya kesempatan untuk menabung,” ujarnya.
Anas menambahkan, tabungan pelajar diberikan sebagai antisipasi memenuhi kebutuhan lain di luar biaya pendidikan yang sudah gratis, misalnya membeli sepatu dan tas.